TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI mulai Senin, 3 September 2018, bakal menerapkan aturan pembatasan pembawaan jumlah uang kertas asing (UKA) atau valuta asing setara atau senilai lebih dari Rp 1 miliar, baik di luar maupun di dalam daerah pabean. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman Zainal mengatakan aturan ini diterapkan bagi perorangan dan korporasi.
"Mulai 3 September 2018, bagi setiap orang atau korporasi yang membawa UKA dengan nilai setara atau lebih dari Rp 1 miliar, akan dikenai sanksi," kata Agusman, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad, 2 September 2018.
Adapun kebijakan tersebut sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia.
Agusman mengatakan sanksi akan dikecualikan bagi badan berizin, yaitu bank dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang telah memperoleh izin dan persetujuan dari BI. Sedangkan bagi yang melanggar otoritas, akan diberikan sanksi berupa denda.
Jumlah nilai denda tersebut akan sesuai dengan peraturan terkait pembawaan uang tunai, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain ke Dalam atau ke Luar Daerah Pabean Indonesia.
Merujuk pada aturan itu, jumlah denda yang bakal dikenakan berjumlah 10 persen dari seluruh jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara Rp 300 juta. Jumlah nilai ini akan berlaku baik untuk perseorangan maupun perusahaan.
Sanksi berupa denda juga akan dikenakan kepada badan berizin yang melakukan pembawaan UKA dengan jumlah melebihi persetujuan Bank Indonesia. Denda yang akan dikenakan sebesar 10 persen dari kelebihan jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah denda paling banyak setara Rp 300 juta.
Agusman berujar, dalam pelaksanaannya, pengawasan pembawaan UKA dan pengenaan sanksi denda di daerah pabean akan dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ia mengimbau, bagi siapa saja yang memerlukan membawa valuta asing di atas ambang batas pembawaan UKA, tetap dapat melakukannya secara nontunai.
Agusman menjelaskan, kebijakan ini bukan bagian dari kebijakan mengontrol devisa. Kebijakan ini, kata dia, menekankan pada pengaturan lalu lintas pembawaan valuta asing secara tunai.
"Implementasi kebijakan ini diharapkan dapat mendukung efektivitas kebijakan moneter, khususnya dalam menjaga kestabilan rupiah," kata Agusman.