TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menepis kritik terhadap kebijakan kementeriannya yang mewajibkan PT Pertamina (Persero) untuk menyerap semua minyak mentah produksi lokal. Menurut dia, hal ini adalah salah satu upaya untuk mengerem impor minyak demi menjaga nilai tukar rupiah yang terus melemah.
Baca juga: Kebocoran Pipa Gas Cilegon Mengganggu Operasi Pembangkit Listrik
Sebab salah satu penghematan akan terjadi pada biaya transportasi minyak. Minyak yang dibeli langsung dari kilang dalam negeri, akan jauh lebih murah dari segi pengangkutan dibandingkan dibeli dari kilang di luar negeri. "Selisihnya ini yang akan membantu penguatan rupiah," ujarnya dalam diskusi di Jakarta Pusat, Selasa, 28 Agustus 2018.
Arcandra mengatakan belum bisa menyampaikan apakah selisih dari biaya transportasi ini cukup signifikan terhadap pengurangan impor dan penguatan rupiah. Karena, instrumen ini hanyalah satu dari sekian banyak upaya untuk menahan laju impor minyak dan gas. "Seberapa besar impact-nya itu yang sedang kami hitung."
Dalam catatan kementerian ESDM, total produksi minyak dalam negeri saat ini sekitar 800 ribu barrel per hari, sebanyak 300 barrel diproduksi oleh KKKS dan diekspor. Sehingga, pemerintah meminta Pertamina menyerap 300 barrel ini.
Ekonom Faisal Basri justru mengkritik kebijakan ini. Sebab niat pemerintah itu justru membuat nilai eksor minyak turun di saat yang bersamaan. Impor memang akan turun juga, tapi nilai ekspor pun tentu akan turun. "Jadi sama saja, impas."
Arcandra membantah pendapat Faisal. Menurut dia, ekspor minyak selama ini justru sebenarnya lebih banyak masuk ke kantong kas para kontraktor. Memang nilai ekspor ini akan tercatat dalam neraca pembayaran, namun uang penjualan tidak masuk ke dalam devisa negara. "Duitnya repatriasi," ujar dia.
Baca juga: Pipa Gas Bocor di Perairan Banten Milik Perusahaan Cina CNOOC
Sehingga, Arcandra mengatakan kebijakan ini akan berpengaruh besar pada jumlah impor minyak. Sampai Triwulan II 2018, total nilai impor minyak mentah tercatat sudah mencapai US$ 1,74 miliar atau naik sekitar 18,3 persen (year-on-year). "Toh, Pertamina mau beli di luar atau di dalam negeri tetap pakai dolar," kata Arcandra.