TEMPO.CO, Yogyakarta - Sektor pariwisata disebut-sebut sebagai andalan untuk mendongkrak penerimaan devisa. Di tengah himpitan gejolak perekonomian global dan gejolak nilai tukar rupiah, sektor pariwisata diharapkan dapat mendorong peningkatan suplai devisa yang lebih stabil.
Baca: Sektor Pariwisata Merugi Hingga Rp 1 Triliun Akibat Gempa Lombok
Pasalnya, investasi atau aliran modal portofolio di pasar keuangan dan pasar modal cenderung lebih rentan. “Kami harus inisiatif, selain potensi peningkatan ekspor, pariwisata juga sangat potensial, dan pada akhirnya dapat memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan (CAD),” ujar Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Aida Budiman, di Yogyakarta, 28 Agustus 2018.
Aida menuturkan tahun lalu, devisa dari sektor pariwisata mencapai US$ 14 miliar. Tahun ini, pemerintah dan bank sentral menargetkan nilainya bisa tumbuh hingga US$ 20 miliar. Dia mengatakan negara-negara tetangga yang memiliki surplus CAD, utamanya mengandalkan sektor pariwisata.
Baca: IMF-World Bank Summit, Dana Infrastruktur Wisata Akan Ditambah
“Sebagai contoh Thailand, current account balance mereka tahun lalu US$ 48,1 miliar atau 10,57 persen dari produk domestik bruto (PDB), sedangkan kita US$ 17,53 miliar atau 1,7 persen dari PDB, begitu perbandingan selisihnya,” ucapnya.
Sehingga, dalam waktu dekat yang menjadi fokus pemerintah adalah meningkatkan daya saing pariwisata, agar dampaknya bisa berkelanjutan terhadap perekonomian. Pengembangan sektor pariwisata di sisi lain diharapkan juga dapat berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja, hingga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang kuat. “Sektor pariwisata kita nggak kekurangan, ada banyak hal yang bisa kita jual,” kata Aida.