TEMPO.CO, Jakarta - Chief Economist Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan ketimbang membatasi impor, pemerintah lebih baik berupaya keras mengejar devisa hasil ekspor.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Pembatasan Impor Berisiko Bermasalah di WTO
"Pak Joko Widodo kan sudah ketemu eksportir. Mengimbau tidak cukup, harus ada kebijakan yang mendukung," ujar Lana kepada Tempo, Senin, 27 Agustus 2018.
Pemerintah tengah mengevaluasi setidaknya 900 barang impor. Kebanyakan dari barang-barang itu adalah barang konsumsi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa rencana pemerintah mengerem impor tidak bakal terlalu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan laju investasi di kemudian hari.
Menurut Lana, pemerintahan Jokowi bisa mengeluarkan kebijakan berupa ancaman atau insentif bagi eksportir agar membawa dolar masuk ke dalam negeri. Pasalnya, sampai sekarang, belum 100 persen pengusaha yang membawa dolarnya ke dalam negeri dan mengkonversinya menjadi rupiah.
Lana menilai pengusaha lebih nyaman menyimpan dolarnya di luar negeri lantaran lebih stabil secara ekonomi dan politik. "Nah gimana ini sementara produksi dalam negeri, kan jadi enggak fair. Sementara mereka melakukan produksi di dalam negeri tapi uangnya di luar negeri," kata Lana.
Lana pun khawatir pembatasan impor itu justru akan membebani masyarakat di masa mendatang. Apalagi kalau instrumen yang digunakan adalah menaikkan Pajak Penghasilan impor. "Kalau PPh impor yang dinaikkan oke, tapi apakah importir rela? Itu pasti ditransfer ke harga untuk konsumen, itu kurang fair."
Di samping itu, Lana berujar menahan laju impor merupakan langkah yang berisiko. Apalagi, dalam kasus sebelumya Indonesia juga mengalami kekalahan di WTO.
Lana mengatakan pemerintah harus bersiap-siap untuk menghadapi negara lain bila aturan soal pembatasan impor itu digolkan. "Kalau sampai ada yang menganggap ini melanggar ketentuan perdagangan bebas, siap-siap lah kita bertemu di WTO dengan berbagai negara karena dianggap melakukan proteksi," ujar dia.