TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mencari instrumen terbaik untuk mengerem laju impor. Sri Mulyani mengatakan instrumen tersebut mesti ditentukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Baca: Sri Mulyani Minta 500 Komoditas Impor Dibatasi, Ini Sebabnya
"Jadi apakah melalui Pajak Penghasilan impor yang dikreditkan atau menggunakan bea masuk," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 27 Agustus 2018. Di samping itu, Sri Mulyani menyadari langkah pembatasan impor itu bisa saja dipermasalahkan di tataran internasional melalui World Trade Organization alias WTO.
Sebelumnya, Indonesia pernah bermasalah dengan Amerika Serikat dan Selandia Baru lantaran 18 hambatan non-tarif dari pemerintah Indonesia untuk sejumlah produk pertanian dan peternakan asal negara mereka. Dampaknya, Amerika resmi meminta WTO menjatuhi sanksi sebesar US$ 350 juta atau setara Rp 5 triliun terhadap Indonesia.
Yang pasti, kata Sri Mulyani, ihwal kebijakan akan diatur secara proporsional, yaitu menjaga keseimbangan perekonomian sembari tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Namun, apabila pertumbuhan ekonomi itu malah menimbulkan tekanan, ia menegaskan pemerintah bakal berusaha menangani tekanan tanpa merusak momentum.
"Terkadang pilihannya memang sulit. Jadi kita akan melakukan rekalibrasi terus menerus dari kebijakan ini," ujar Sri Mulyani
Kini, pemerintah tengah mengevaluasi setidaknya 900 barang impor. Kebanyakan dari barang-barang itu adalah barang konsumsi. Sri Mulyani memastikan bahwa rencana pemerintah mengerem impor tidak bakal terlalu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan laju investasi di kemudian hari.
"Prinsipnya mereka tidak mempengaruhi investasi maupun ekspor dan juga yang sudah diproduksi di dalam negeri," ujar Sri Mulyani.
Dari barang-barang konsumsi pun, kata Sri Mulyani, akan ditinjau kembali komoditas apa saja yang sudah diproduksi di Indonesia dan mana yang belum. Untuk barang yang sudah diproduksi di dalam negeri pun, pemerintah akan melihat kapasitas produksi masing-masing industri apakah bisa memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak.
"Sehingga kami harap industri dalam negeri bisa memanfaatkan kondisi ini secara sebaik-baiknya," ujar Sri Mulyani.
Dengan demikian, Sri Mulyani berharap pengaruh negatif kebijakan pembatasan impor itu akan kecil terhadap masyarakat, bahkan dampak yang ditimbulkan bisa positif.