TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) membangun 50 rumah berbentuk cluster bagi korban gempa Lombok di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca juga: Pembangunan Rumah Korban Gempa Lombok Ditarget Tuntas 6 Bulan
"Kemenhub bersama dengan stakeholder yang ada akan memberikan tali kasih kepada korban bencana, selain membantu dalam bentuk keperluan sehari-hari kita juga pastikan logistik air bisa berjalan baik dan merata," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam informasi yang diterima di Jakarta, Senin, 27 Agustus 2018.
Selain itu, Budi Karya mengatakan akan bekerja sama dengan Fakultas Teknik UGM untuk membangun rumah-rumah yang bersifat temporer tapi bisa menjadi growing house. "Ini satu hal yang baik, karena nantinya rumah ini akan dibangun dengan material yang sudah ada. Kita akan bangun 50 rumah dalam bentuk satu cluster," katanya.
Budi Karya berharap program ini bisa berjalan cepat sehingga pada 9 September 2018 bisa selesai dibangun 50 rumah. "Kita ingin masyarakat Lombok ini cepat bangkit dan kembali bekerja sebagaimana mestinya," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Teknik UGM Nizam mengatakan program rumah ini untuk memberikan bantuan tempat tinggal yang lebih baik dibanding tenda. "Maka dibuat program rumah yang disebut rumah transisi, artinya rumah ini tidak perlu dibongkar lagi tapi bisa jadi rumah permanen dengan satu sistem Hunian Transisi Menuju Permanen (HUNTRAP)," ujar Nizam.
Baca juga: Gempa Lombok, Krakatau Steel Kirim 20 Ton Baja Lembaran
Nizam menambahkan, estimasi biaya untuk 1 rumah yang diperkirakan memakan waktu 2 hari dengan 3 orang tukang itu sekitar Rp 10 juta untuk rangka dan atapnya sampai bisa ditempati.
"Lokasinya sesuai arahan pak Menteri di sekitar pelabuhan Pemenang. Ini harus segera, agar ekonomi pariwisata bisa segera tumbuh dan pulih kembali," ujarnya seraya mengungkapkan material yang digunakan menggunakan rangka dari kanal baja yang tahan gempa, atapnya bisa dari aluminum yang ringan.
Nizam mengatakan, proses pembuatannya sangat sederhana. Misalnya dindingnya bisa menggunakan anyaman bambu atau pakai papan yang masih tersisa dan rumah tersebut pelan-pelan tumbuh dan berkembang.
"Diawali rumah inti 18 meter persegi tapi bisa tumbuh menjadi 36, menjadi 72, sesuai perkembangan kesiapan masyarakat untuk mengembangkan sendiri, jadi kita ingin basisnya masyarakat sendiri yang bangkit dan berdaya kembali untuk membangun masa depannya dari keruntuhan bencana (gempa Lombok) ini," ujarnya.
ANTARA