Menurut Enggar, lembaganya juga akan berhati-hati dalam menyusun kebijakan tersebut. “Pada saat ini yang kami susun adalah jenis barang-barang yang tidak akan menimbulkan gejolak itu.”
Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menyatakan hingga saat ini organisasi pelaku usaha masih belum menerima lengkap daftar 900 komoditas yang akan disebut pemerintah akan dibatasi impornya. Namun, beberapa di antaranya diperkirakan tak terkecuali komoditas pangan, migas, hingga elektronik.
“Selanjutnya kami akan mengomunikasikan dengan asosiasi sektoral untuk mendapatkan respon, lalu kami akan meng-collect dan membuat resume untuk disampaikan kepada pemerintah,” katanya kepada Tempo.
Benny melanjutkan pihaknya di satu sisi menyetujui rencana pemerintah untuk membatasi jumlah atau volume impor barang konsumsi bagi jenis barang yang sudah bisa diproduksi sendiri di dalam negeri. “Tapi untuk bahan baku yang dapat diolah dan diproduksi menjadi final product saran kami jangan dibatasi, khusus yang kita tidak produksi atau produksinya sangat sedikit apalagi impornya tujuannya untuk diolah lagi dan diekspor,” ucapnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan ini “Karena saat ini industri manufaktur kita mulai tumbuh, jangan sampai ini menjadi kontra produktif terhadap keinginan kita untuk mendorong ekspor bernilai tambah tinggi,” ujarnya.
Terlebih, saat ini Indonesia tengah giat membuka peluang kerja sama perdagangan bebas dan getol menarik investasi. “Takutnya bila kita menerapkan kebijakan ini akan memberikan mixed signals kepada investor maupun mitra perdagangan kita, selain harus tetap waspada terhadap kebijakan retalisasi yang mungkin dihadapkan kepada kita,” katanya.