TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan membatasi derasnya laju barang impor melalui mekanisme kebijakan fiskal. Hal tersebut diharapkan dapat membantu memperbaiki kinerja neraca perdagangan dan mengurangi tekanan terhadap defisit neraca transaksi berjalan (CAD) yang diprediksi melebar.
Baca: Penjualan E-commerce Turun saat Impor Barang Dibatasi?
“Kami sudah mengidentifikasi apa-apa saja barangnya, kami sudah tahu ada sekitar 900 komoditas impor yang sekarang kami review,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, seperti dilansir di Koran Tempo, Senin 27 Agustus 2018.
Adapun instrumen yang rencananya digunakan oleh pemerintah adalah melalui peningkatan tarif pajak penghasilan pasal 22 untuk barang impor. Saat ini barang impor dikenakan tarif berkisar antara 2,5 hingga 7,5 persen, berbeda-beda tergantung jenis barang dan klasifikasinya. Ke depan pemerintah ingin meninjau kembali golongan tarif barang impor tersebut, dengan mempertimbangkan sejumlah hal seperti ketersediaan substitusi barang di dalam negeri.
Jika barang tersebut dapat disediakan atau diproduksi di domestik, maka bisa jadi tarifnya akan disesuaikan menjadi lebih tinggi “Tapi kami sedang menghitung lagi potensi dan kapasitas industri dalam negeri dan level PPh impor, begitu juga dampaknya, butuh sekitar 1-2 pekan lagi sebelum dijalankan,” ucap Sri Mulyani.
Kementerian Keuangan pun berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk perumusan dan implementasinya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan bahwa kebijakan yang ajan diterapkan tersebut tak akan berdampak negatif pada hubungan kerja sama perdagangan luar negeri. “Kami tetap mempertahankan ketentuan dan perjanjian yang ada, sehingga ini juga tidak akan mengganggu investasi,” ucapnya.