TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Tim Pembela Jokowi, Nazaruddin Ibrahim mengatakan kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sudah terjadi jauh sebelum mantan gubernur DKI Jakarta itu menjadi presiden. Hal tersebut menanggapi keputusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya yang memvonis Presiden Jokowi bersalah atau lalai dalam bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan pada 2015.
Baca: Jokowi Divonis Bersalah Kasus Kebakaran Hutan: Kita Hormati
Oleh karena itu Nazaruddin mempertanyakan motif awal gugatan para aktivis lingkungan terhadap Presiden Jokowi ke pengadilan tersebut. "Kasus Karhutla sudah terjadi jauh sebelum Jokowi menjadi presiden, dan gugatan baru diajukan tahun 2015," katanya saat dihubungi, Sabtu, 25 Agustus 2015.
Seperti dikutip dari situs Mahkamah Agung, gugatan dilayangkan oleh aktivis lingkungan terhadap Presiden. Selain itu gugatan ditujukan pula kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Baca: Jokowi Divonis Bersalah di Kasus Karhutla, Walhi Beberkan Fakta
Lebih jauh Nazaruddin mengatakan Jokowi sangat positif dan menghormati putusan pengadilan tinggi tersebut. Tindakan Jokowi sebagai kepala negara melakukan kasasi sebagai langkah hukum terhadap putusan tersebut juga agar semua orang patuh dan taat kepada hukum.
Menurut Nazaruddin, upaya hukum ke tingkat kasasi tersebut bukan merupakan tindakan untuk menghindari tanggung jawab, tetapi semata-mata untuk menggunakan upaya yang sah dan mendudukkan fakta-fakta penanganan kebakaran hutan dan lahan secara benar dan proporsional.
Dengan begitu, Jokowi telah menunjukkan sikap keteladanan untuk menegakkan rule of law dan sesuai dengan negara hukum yang berkeadilan dengan menghadapi kasus ini sesuai koridor hukum. "Tanpa adanya intervensi kepada kemandirian pengadilan (independent of judiciary),” ujar Nazaruddin.
Keyakinan Jokowi maju melakukan upaya kasasi juga didasarkan pada hasil pemantauan citra satelit yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Data menunjukkan sejak Januari - September 2017, luas kebakaran hutan dan lahan tercatat sebesar 124.983 hektare.
Angka itu jauh menurun hingga 71,5 persen dibandingkan 2016 yaitu seluas 438.360 hektare. Luas kebakaran hutan di 2016 itu pun turun drastis ketimbang di 2015 yang mencapai angka 2,61 juta hektare.
Pada 2015, kata Nazaruddin, di Kalimantan Tengah terdapat lebih dari 11.030 hot spot. Angka itu berkurang hingga tinggal 1.000 hot spot kebakaran hutan dan lahan di tahun 2018.
Adapun Presiden Jokowi sebelumnya mengklaim jumlah kasus kebakaran hutan sudah turun lebih dari 85 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Yang paling jelas, kebakaran hutan sudah turun lebih dari 85 persen. Turun dibandingkan saat-saat yang lalu," ujar Jokowi, Kamis, 23 Agustus 2018.
Menurut Jokowi, sejumlah hal telah diperbuat pemerintah sebagai bagian dari upaya menurunkan jumlah kasus kebakaran hutan. Upaya tersebut antara lain pembuatan peraturan presiden mengenai kebakaran hutan dan lahan, pembentukan Badan Restorasi Gambut, serta sistem penegakkan hukum dan pengawasan di lapangan.