TEMPO.CO, Tangerang - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberikan keringanan perpajakan sehubungan dengan gempa Lombok. Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan keringanan wajib pajak tersebut akan diberikan bagi wajib pajak yang berdomisili bertempat kedudukan dan atau memiliki kegiatan usaha di Lombok.
Baca: Usai Berkurban, Sri Mulyani Terbang ke Lombok Tinjau Lokasi Gempa
"Maka DJP memberikan kebijakan mengenai pengecualian pengenaan sanski perpajakan dan pemberian perpanjangan batas waktu pengajuan keberatan," kata Robert saat konferensi pers di Soekarno Hatta, Kamis, 23 Juli 2018.
Robert menjelaskan kebijakan tersebut diberikan untuk pelaksanaan kewajiban perpajakan yang jatuh tempo pada tanggal 29 Juli 2018 sampai dengan keadaan tanggap darurat berakhir. Kondisi tanggap darurat tersebut diperkirakan berakhir pada 25 Agustus 2018. "Dalam tanggap darurat pada periode perpanjangan, wajib pajak (WP) tidak kena sanksi apabila terlambat bayar dan terlambat lapor," ucap dia.
Baca: Luhut Pastikan Gempa Lombok Tak Berimbas pada Persiapan IMF
Yang dimaksud kebijakan pengecualian pengenaan sanksi perpajakan, kata Robert, adalah dalam hal keterlambatan pembayaran setoran SPT bulanan. "Pelaporan SPT dan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lama 3 bulan setelah berakhirnya kondisi tanggap darurat," ujar dia.
Robert menuturkan keberatan pembayaran dalam jatuh tempo diperkenankan diperpanjang satu bulan. Robert berharap peraturan tersebut dapat membantu wajib pajak di daerah Lombok yang tidak sempat membayar pajaknya.
Aturan berisi keringanan perpajakan untuk korban gempa Lombok ini, kata Robert, akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak. "Mudah-mudahan ini bisa menolong para wajib pajak di sana yang tidak sempat membayar, melapor sanksinya akan dihapuskan oleh Direktorat Jenderal Pajak secara otomatis."