TEMPO.CO, Jakarta - Pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan PT Freeport Indonesia dan perusahaan subkontraktornya secara massal pada 2017 mempengaruhi realisasi penerimaan pajak.
Baca juga: Eks Karyawan Freeport Demo Bawa Keranda dan Salib, Ini Artinya
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Timika Hery Sumartono mengatakan penerimaan pajak terutama dari jenis pajak penghasilan pribadi cukup berkurang pada 2017 lantaran adanya kasus PHK massal tersebut.
"Sudah tentu pasti berdampak pada penerimaan kita kalau ada wajib pajak yang terkena PHK, dan kondisi itu terjadi pada 2017. Kalau sekarang sudah mulai stabil lagi sejak awal tahun hingga sekarang karena belum ada lagi kasus PHK," kata Hery di Timika, Papua, Selasa, 21 Agustus 2018.
Hery mengatakan potensi penerimaan pajak penghasilan pribadi akan hilang jika para karyawan yang mengalami PHK tersebut tidak lagi memiliki penghasilan dari usaha mereka.
Baca juga: Jokowi Sebut Pemerintah Sukses Rebut Freeport Hingga Blok Rokan
Namun, jika para karyawan yang di-PHK itu membuka usaha baru, maka mereka tetap menjadi wajib pajak KPP Pratama Timika dengan berkontribusi memberikan sumbangsih pada penerimaan negara dalam bentuk lain.
Pada 2017, KPP Pratama Timika ditargetkan untuk menghimpun pajak dengan total mencapai lebih dari Rp 2,7 triliun. Namun hingga akhir tahun, penerimaan pajak yang terealisasi hanya sekitar Rp 2,5 triliun atau minus Rp 200 miliar.
Adapun tahun ini KPP Pratama Timika ditargetkan menghimpun pajak dengan total Rp 2,782 triliun. Hingga akhir Juli lalu sudah terealisasi 45 persen dari target yaitu Rp1,251 triliun.
Sebagaimana diketahui, pada 2017 PT Freeport dan perusahaan subkontraktornya melakukan PHK massal sepihak kepada sekitar 8.300 karyawan. Keputusan PHK massal diambil manajemen perusahaan lantaran ribuan karyawan menggelar mogok kerja sejak April-Mei 2017.
ANTARA