TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa minggu terakhir mulai berimbas pada bisnis peternakan sapi potong. Padahal, Gapuspindo telah mengemban misi dari Kementerian Pertanian untuk memenuhi 23 persen dari kebutuhan sapi nasional.
Baca: Kaltim Siap Tambah Populasi Sapi, Targetkan 2 Juta Ekor
“Kondisi ini membuat ongkos produksi jadi meningkat,” kata Direktur Eksekutif Gapuspindo Joni Liano saat dihubungi di Jakarta, Senin, 20 Agustus 2018. Saat ini 70 persen dari sapi bakalan yang dikelola oleh anggota Gapuspindo merupakan sapi bakalan impor.
Baca: Basmi Penyakit, Selandia Baru Siap Bunuh 150 Ribu Sapi
Sebelumnya, Kementerian Pertanian memperkirakan kapasitas produksi sapi nasional hingga akhir tahun ini 403 ribu ton. Jumlah ini hanya mencukupi sekitar 60 persen dari seluruh kebutuhan nasional yang mencapai 660 ribu ton.
Maka dengan demikian, Gapuspindo diminta menyediakan sebanyak 23 persen dari total kebutuhan nasional yaitu sekitar 150 ribu ton. Tapi saat ini, Gapuspindo baru bisa menyediakan sekitar separuh dari total permintaan Kementan tersebut.
Joni menambahkan, ongkos produksi terpaksa naik lantaran harga sapi bakalan impor pun sudah pasti akan ikut terpengaruh. Mau tidak mau, peternak harus memilih antara melakukan efisiensi produksi atau menaikkan harga ke konsumen. “Sejauh ini kami masih lakukan efisiensi, daya beli kan ada jangkauannya juga,” ujar Joni.
Selain itu, sejumlah tantangan lain juga dihadapi peternak sapi dalam memenuhi permintaan ini, salah satunya dari sisi permintaan masyarakat. Sebab, di saat yang bersamaan, pemerintah juga menggelontorkan daging kerbau impor ke pasaran.