TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memproyeksikan rupiah di level Rp 14.400 dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2019. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut angka yang dipatok itu termasuk konservatif.
Baca: Krisis Turki Berimbas pada Rupiah, Bambang Soesatyo: Saya Waswas
Namun ia menuturkan pergerakan perekonomian global tidak bisa diprediksi. "Kita akan selalu melihat dinamika ekonomi global, apakah ada yang bisa memprediksi besok Presiden Trump (Donald Trump) Twitter-nya apa? Kan enggak ada, ya," ujarnya di Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan, Kamis, 16 Agustus 2018.
Sri Mulyani berujar pemerintah saat ini hanya bisa melihat tren perekonomian global. Ia melihat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat masih akan cukup kuat, terutama pada kuartal II 2018. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Negeri Abang Sam itu masih bisa terjaga untuk dua kuartal ke depan.
Kendati demikian, defisit APBN Amerika Serikat juga ikut naik seirama dengan suku bunga acuannya, yang juga menanjak. Belum lagi adanya kenaikan harga komoditas belakangan ini, yang akan berpengaruh kepada permintaan domestik Amerika.
Tak berhenti di sana, tantangan lain perekonomian Amerika adalah kenaikan harga di dalam negeri akibat kebijakan kenaikan tarif impor oleh Presiden Trump. "Jadi mungkin dia enggak akan cukup panjang napasnya, dan itulah yang kita lihat sebagai salah satu risiko untuk tahun depan," ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani berujar pemerintah akan selalu berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) guna menjaga nilai tukar mata uang. Sebab, urusan kurs sejatinya adalah domain BI. Ia akan melihat cara bank sentral menjaga stabilitas kurs ataupun inflasi.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memproyeksikan nilai tukar rupiah pada 2019 berada di kisaran Rp 14.400 per dolar Amerika. Level tersebut menggambarkan kurs yang lebih melemah bila dibandingkan dengan dipatoknya nilai tukar rupiah dalam APBN 2018 sebesar Rp 13.400 per dolar Amerika.
Proyeksi nilai tukar Rp 14.400 per dolar Amerika itu didasari pada pertimbangan bahwa Indonesia masih akan menghadapi banyak tantangan untuk menjaga stabilitas dan pergerakan nilai tukar rupiah pada 2019. Salah satu persoalannya, kata Jokowi, adalah dinamika ekonomi negara maju.
Baca: Target Investasi Terancam Pelemahan Rupiah
"Termasuk normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat dan Eropa serta perkembangan ekonomi Tiongkok," ujar Jokowi saat pembacaan nota keuangan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 16 Agustus 2018. Sebenarnya, tantangan ini tidak hanya dialami rupiah, tapi juga banyak mata uang global.