TEMPO.CO, JAKARTA - Badan Pusat Statistik mencatat aktivitas impor yang dilakukan dunia usaha dan pemerintah terus meningkat. Di bulan Juli 2018 ini, impor dicatat menyentuh angka US$ 18,27 miliar. Angka tersebut merupakan angka impor tertinggi sejak 2008 silam.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto besar kemungkinan impor akan stabil tinggi lantaran di paruh kedua impor bahan baku untuk keperluan pembangunan infrastruktur biasanya akan meningkat.
Suhariyanto mendukung rencana pemerintah yang ingin membatasi impor bahan baku dan konsumsi. Beberapa komoditas bahan baku seperti minyak sawit, bahan baku tekstil dan pakaian cukup melimpah di tanah air. Begitu juga berbagai produk turunan besi dan baja. “Sebenarnya ekspor sudah tinggi, tapi impor jauh lebih besar,” kata Suhariyanto, Rabu 15 Agustus 2018.
Secara akumulasi, defisit neraca perdagangan Indonesia melebar menjadi US$ 3,09 miliar dari US$ 1,02 miliar di bulan Juni kemarin. Selain produk bahan baku seperti minyak mentah dan peralatan mekanik, barang konsumsi seperti komputer jinjing dan berbagai buah-buahan turut andil mengelembungkan pembukuan impor Tanah Air.
Secara kuantitas, impor di bulan Juli juga meningkat 51 persen dibandingkan bulan lalu. Meningkatnya defisit perdagangan ini bakal jadi pematik bagi pemerintah untuk menanggulangi derasnya penggunaan dollar dari dalam negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada kemungkinan peningkatan impor ini terjadi karena banyaknya hari libur di bulan Ramadan kemarin yang membuat aktivitas impor tertunda.