TEMPO.CO, Jakarta -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan delapan paket kebijakan ekonomi demi menggenjot nilai ekspor dan mempercepat pertumbuhan. Paket kebijakan ini diterbitkan OJK di tengah dinamika global seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang ikut berimbas pada perekonomian Indonesia.
Baca: Boediono: Pemerintah Bisa Belajar ke Orba Soal Kebijakan Ekonomi
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan target dari paket kebijakan ekonomi ini adalah demi mendorong tumbuhnya sektor riil dan lapangan kerja di masyarakat. "OJK memandang masih ada ruang yang cukup untuk melaksanakan beberapa kebijakan terkait" kata dia dalam konferensi pers di Kantor OJK, Jakarta Pusat, Rabu, 15 Agustus 2018.
Empat kebijakan diarahkan untuk mendorong ekspor dan industri penghasil devisa, pertama adalah memberikan insentif bagi lembaga jasa keuangan yang menyalurkan pembiayaan pada industri berorientasi ekspor, industri penghasil barang pengganti impor, dan industri pariwisata. Penyesuaian dilakukan pada ketentuan prudensial seperti ATMR (Aktiva Terimbang Menurut Resiko), BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), penyediaan modal inti dan kualitas aktiva.
Paket kebijakan kedua adalah merevitalisasi peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) agar lebih fokus pada pembiayaan industri berorientasi ekspor. Dengan begitu, OJK ingin meningkatkan peran LPEI dalam penyediaan instrumen hedging seperti pada transaksi ekspor.
Paket kebijakan ketiga yaitu memfasilitasi penyediaan sumber pembiayaan dari pasar modal untuk 10 kawasan strategis pariwisata nasional selain Pulau Bali dan keempat adalah memfasilitasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Klaster untu pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah si sektor pariwisata dengan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Selain empat kebijakan tersebut, OJK meluncurkan pula empat kebijakan lain untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Paket tersebut adalah pertama melakukan penyesuaian ketentuan prudensial di industri perbankan seperti ketentuan ATMR untuk pembiayaan sektor perumahan. Salah satunya dengan menghapus larangan pemberian redit oengolahan tanah bagi pengembang perumahan.
Paket kedua adalah mendorong perkembangan startup teknologi finansial karena perannya yang sangat besar dalam membuka akses permodalan bagi UMKM. Selain itu, kontribusi sektor ini pada Pendapatan Domestik Bruto Nasional juga juga dinilai sangatlah besar.
Paket ketiga, memfasilitasi pemanfaatan pasar modal melalui instrumen sekuritisasi aset, obligasi daerah, green bonds, blended finance dan instrumen berbasis syariah. Paket kebijakan ekonomi terakhir adalah mewajibkan lembaga pembiayaan untuk mencapai porsi penyaluran ke sektor yang produktif.