TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia atau PPTJDI tidak puas pada sikap terakhir dari Go-Jek dan Grab Indonesia ihwal penyesuaian tarif angkutan. Kedua perusahaan penyedia jasa transportasi online ini baru saja mengubah tarif rata-rata menyusul konflik berkepanjangan dengan mitra pengemudi sendiri.
BACA: Go-Jek Bentuk Unit Usaha Transportasi Ikuti Aturan Pemerintah
"Kami memandang yang diumumkan itu masih belum sesuai dengan tuntutan kami," kata Ketua PPTJDI Igun Wicaksono saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018.
Konflik ini terjadi akibat adanya ketidakpuasan pengemudi terhadap sistem kemitraan di dua perusahaan aplikasi yaitu Go-Jek dan Grab Indonesia. Salah satunya yaitu soal tarif dasar penumpang yang hanya Rp 1.600 per kilometer (km). Para pengemudi menuntut agar tarif dasar dinaikkan menjadi Rp 3.000 karena biaya hidup yang semakin tinggi dan tidak relevan jika menggunakan tarif lama.
Merespon tuntutan ini, Grab Indonesia menyatakan bahwa sejak Mei 2018, rata-rata tarif per kilometer juga sebenarnya sudah naik berkala menjadi jauh di atas Rp 2.000. Go-Jek pun menyatakan hal yang sama bahwa tarif rata-rata jarak dekat di Jabodetabek adalah Rp 2.200 sampai Rp 3.000.
BACA: Penyesuaian Tarif, Go-jek Jarak Dekat Rp 2.200 - Rp 3.300 Per KM
Tapi bagi Igun, tuntutan pengemudi adalah soal tarif dasar, bukan tarif rata-rata seperti yang disampaikan Go-Jek dan Grab Indonesia. Saat ini, tarif dasar masih berkisar di angka Rp 1,600 untuk jarak dekat dan Rp 2.000 untuk jarak jauh. Walhasil, tarif dasar untuk kedua jarak ini memang berubah-ubah.
Dulunya, kata dia, tarif dasar sebesar Rp 3.000 ini pernah berlaku. Namun kemudian diturunkan begitu saja menjadi Rp 1.600 tanpa pemberitahuan apapun kepada mitra pengemudi. Inilah yang membuat pengemudi protes dan ingin nilai tarif dasar itu dikembalikan segera.
Baca berita tentang Go-Jek lainnya di Tempo.co.