TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku pemerintah tengah menghadapi dilema saat ini. Dilema itu datang dari tugas mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga defisit neraca transaksi berjalan tidak bertambah lebar dari posisi saat ini yang sebesar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Baca: Defisit Neraca Berjalan 3 Persen, Sri Mulyani: Kami Waspada
Saat ini, kata Sri Mulyani, pemerintah tengah berfokus agar pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5 persen sembari mencegah terus melebarnya Current Account Deficit (CAD). "Jadi, sekarang strategi pemerintah adalah lihat secara detail kalau kita mau tumbuh di atas 5 persen tetapi neraca pembayaran tidak memburuk, maka strategi apa yang harus kita lakukan? Itu yang sedang dilakukan oleh pemerintah," katanya, Selasa, 14 Agustus 2018.
Usaha yang dilakukan, menurut Sri Mulyani, salah satunya adalah melakukan substitusi barang-barang produk impor menjadi barang dalam negeri. Sebab, secara kebijakan pemerintah sudah menyiapkan berbagai hal, di antaranya kewajiban Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan campuran biodiesel 20 persen (B20).
Baca: Sri Mulyani: PLN Belum Penuhi Penggunaan Komponen Dalam Negeri
Sri Mulyani menyatakan implementasi aturan-aturan tersebut sangat bergantung pada kesiapan dunia usaha. "Kalau belum siap, berapa waktu yang diperlukan untuk melakukan itu," katanya.
Jika pertumbuhan ekonomi semakin tinggi, menurut Sri Mulyani, maka impor yang dilakukan pun semakin tinggi. Dengan demikian, pilihannya adalah mengejar kenaikan ekspor di level yang sama atau menarik investasi langsung luar negeri (Foreign Direct Investment/FDI) yang tinggi.
Sebaliknya, jika FDI tidak tumbuh dan ekspor tidak besar, maka Indonesia akan selalu tergantung modal jangka pendek. Menurut dia, itu bisa menjadi salah satu sumber kerawanan.
Oleh karena itu, pemerintah akan memilih pertumbuhan ekonomi 5, tetapi dengan komposisi yang lebih seimbang. "Stabilisasi menjadi penting termasuk dari sisi eksternal, seperti neraca pembayaran, APBN kita terjaga dengan dinamika nilai tukar, suku bunga, harga komoditas dan perbankan kita yang cukup kuat dari sisi permodalan dan performance semoga kita akan tetap bisa menjaganya. Ini yang jadi fokus pemerintah," ucapnya.
Pekan lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan defisit transaksi berjalan kuartal kedua tahun 2018 melebar menjadi 3 persen atau US$ 8 miliar. Angka itu naik dari defisit sebesar 1,96 persen pada kuartal kedua tahun lalu.
Seperti diketahui pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada 2018. Untuk tahun depan, pemerintah dan DPR menyasar pertumbuhan di kisaran 5,2-5,6 persen.
Simak berita menarik lainnya terkait Sri Mulyani hanya di Tempo.co.
BISNIS