TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai krisis Turki yang salah satunya ditandai penurunan mata uang Lira, tidak berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Alasannya, perdagangan Indonesia dan Turki tidak terlalu banyak. "Perdagangan kita tidak banyak, satu miliar dolar dengan Indonesia," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 14 Agustus 2018.
Baca: Jokowi Minta RAPBN 2019 Sehat dan Realistis
JK mengatakan kondisi perekonomian Indonesia dan Turki berbeda. Inflasi di Turki mencapai 15,59 persen, sedangkan Indonesia hanya 3,5 persen. "Pertumbuhan lebih tinggi dari kita tapi inflasinya tinggi. Itu menyebabkan uang menjadi lemah," kata dia.
Presiden Turki, Tayyip Erdogan, meminta masyarakat Turki agar menjual emas dan mata uang dollar Amerika Serikat agar mendukung penguatan mata uang lira. Mata uang Turki itu terpuruk setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memperkeruh hubungan dengan Turki dengan menaikkan dua kali lipat tarif impor logam.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden RI Sofjan Wanandi mengatakan terkait masalah tersebut JK sudah membahas langkah solutif dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Namun, dia tidak menjabarkan langkah-langkah tersebut karena harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo sebelum diambil tindakan konkret oleh pemerintah.
Adapun terkait nilai tukar rupiah yang terus anjlok terhadap dolar Amerika Serikat, Sofjan mengatakan hal tersebut sifatnya sementara. “Saya pikir temporary. Selama itu stabil, selama itu konsisten saya rasa enggak ada soal. Jangan menggonjang-ganjing gila-gilaan, nah itu kita takut. Kalau yang gini-gini saya pikir ini biasa. Teknikal, nanti turun lagi.” tuturnya.
Dikutip dari Reuters pada Sabtu, 11 Agustus 2018, mata uang lira terus menurun akibat pengaruh kekhawatiran kebijakan moneter Presiden Erdogan dan memburuknya hubungan Turki dengan Amerika Serikat.
Puncak krisis Turki pada Jumat, 10 Agustus 2018 ditandai dengan anjloknya Lira hingga 18 persen atau terbesar sejak 2001. Sepanjang 2018, lira sudah turun 40 persen atau rekor terendah setelah Presiden Trump mengumumkan akan menghukum Ankara karena memperburuk sengketa dengan menaikkan tarif impor 20 persen alumunium dan 50 persen baja dari Turki. "Lira anjlok dengan sangat cepat dan dollar kita menguat. Hubungan kita dengan Turki tidak baik saat ini," kata Trump.
FRISKI RIANA I BISNIS