TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau Kementerian PUPR resmi menyepakati Perjanjian Kerja Sama Operasi atau PKO dengan 43 bank penyalur Kredit Perumahan Rakyat (KPR) sejahtera dalam Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kesepakatan ini merupakan upaya kementerian mempercepat penyediaan rumah bersubsidi melalui pembiayaan perbankan.
Baca: Bersihkan Kali Item, Kementerian PUPR: Tak Masalah, Itu Biasa
Setelah kesepakatan ini, 43 bank yang terdiri dari 11 bank umum nasional dan 32 bank pembangunan daerah, akan mendapat bantuan dana jangka menengah panjang sebesar 25 persen dari pemerintah melalui PT Sarana Multigriya Finansial (Persero). Bank-bank ini juga akan memperoleh cost of fund yang murah dari pemerintah.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti mengatakan bahwa sejumlah fasilitas ini juga harus diikuti oleh keseriusan perbankan menyalurkan kredit perumahan. "Mereka harus menyalurkan kredit sebesar 50 persen dari kesepakatan di masing-masing perjanjian kerja sama," kata Lana dalam acara penandatangan kerja sama di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Selasa, 14 Agustus 2018.
Dalam acara ini, sebanyak 39 bank resmi menandatangani adendum atau perubahan PKO dan 4 bank memulai PKO baru. Ini terjadi karena adanya perubahan proporsi pendanaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai Keputusan Menteri PUPR Nomor 463 Tahun 2018 Tentang Proporsi Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera.
Aturan ini mulai berlaku efektif pada 20 Agustus 2018. Jika semula proporsi pendanaan antara pemerintah dan perbankan adalah 90 : 10, maka dengan aturan ini proporsinya menjadi 75 : 25. Dengan demikian, baik 39 bank lama maupun 4 bank baru sepakat mengikuti aturan ini.
Nilai KPR maupun segmentasi penerima kredit yang akan digelontorkan oleh masing-masing bank pun berbeda satu sama lain. BRI Argoniaga misalnya, fokus pada pembiayaan perumahan pekerja di perkebunan. "Masing-masing tentu punya sasaran masing-masing," tutur Lana.
Lana mengatakan 43 bank yang saat ini menerkma fasilitas dari pemerintah bisa saja berkurang karena akan ada evaluasi dari pemerintah di akhir triwulan ketiga 2018 atau sekitar akhir September. Bank yang tidak mencapai target 50 persen dari perjanjian akan dicoret oleh Kementerian PUPR. "Kalau belum 50 persen maaf kami tidak bisa lanjutkan, akan dialihkan ke bank lain," kata dia.