TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan dampak krisis Turki terhadap Indonesia saat ini lebih terlihat kepada persepsi atau sentimen saja. "Semua orang selalu menganggap itu adalah G3 (Global Growth Generation) yang terjadi di emerging market, nanti kami lihat sentimen itu," kata Sri Mulyani di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Senin, 13 Agustus 2018.
Baca: Krisis Turki, Hubungan Dagang Turki dan Indonesia Terimbas?
Meski begitu, kata Sri Mulyani, Indonesia memiliki hal positif yang dilihat selama minggu ini. Hal positif itu seperti pertumbuhan Indonesia yang kuat, inflasi di tingkat rendah dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN-nya yang diperkirakan lebih rendah.
"Itu semuanya berbeda sekali dengan situasi yang ada di Turki," tutur Sri Mulyani. "Jadi kita juga ingin membedakan cerita narasinya Indonesia dengan negara-negara yang selama ini memiliki kelemahan dan kerapuhan yang lebih tinggi."
Baca: Ekonom: Krisis Keuangan Turki Mirip Krisis Thailand 1997
Lebih jauh, Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan bersama Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia terus memantau secara hati-hati perkembangan global. Karena kata Sri Mulyani situasi Turki sangat spesifik, tidak hanya masalah finansial dan ekonomi, tapi juga ada masalah keamanan, maupun politik di tingkat global.
"Jadi kami lihat dinamika dari apa yang berkembang dari turki dan sebagai negara G20 tentu ini akan memberikan pengaruh terhadap keseluruhan global ekonomi," kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, Tim Lee, ekonom dari sebuah lembaga analis ekonomi piEconomics, mengungkapkan penyebab awal mula terjadinya krisis ekonomi yang menerjang Turki saat ini. Menurut dia, krisis itu terjadi karena perekonomian yang memiliki ketergantungan tinggi pada investor asing.
Semua ini bermula pada 2011. Saat itu, kata Lee, bank-bank sentral di seluruh dunia ramai-ramai memulihkan negara-negara masing-masing dari krisis keuangan. Tiga tahun sebelumnya, pada 2008, krisis ekonomi memang mendera beberapa negara.
Di Turki, banyak bank yang kemudian meminjam uang dalam bentuk dolar dari luar negeri untuk dipinjamkan ke perusahaan lokal. Tujuannya membuat perusahaan-perusahaan itu bisa tumbuh cepat. "Jadi, ekonomi Turki makin bergantung pada pembiayaan dari luar," ujar Lee sebagaimana dikutip dari The New York Times, Ahad, 12 Agustus 2018.
Saat ini, nilai mata uang lira milik Turki terus mengalami pelemahan. Nilai mata uang lira bertengger di angka 6,42 lira per dolar Amerika Serikat atau turun 16 persen dari hari sebelumnya.
Nilai tukar mata uang Turki ini sebenarnya sudah anjlok 70 persen sejak awal tahun. Pada 1 Januari 2018, nilainya masih bertengger di angka 3,78 lira per dolar Amerika. Artinya, nilai mata uang sudah anjlok sekitar 69 persen atau mendekat 70 persen, lebih tinggi dari yang dikabarkan semula, yaitu 40 persen.
FAJAR PEBRIANTO