TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menghadiri acara diskusi strategi kebijakan dan program pengembangan kopi Indonesia untuk merespons kebutuhan agroindustri kopi global di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 8 Agustus 2018.
Baca: Kedai Kopi Menjamur, Kopi ala Jepang pun Siap Digelar
Dalam acara itu, dia menyempatkan diri berkeliling stand para peserta. Ada stand peracik kopi, pameran tanaman dan pengolahan kopi, hingga riset tumbuhan kopi.
Darmin lantas berhenti di stand peracikan kopi asal Pagur, Mandailing Natal, Sumatera Utara. Mandailing Natal ternyata adalah tanah kelahiran Darmin. Di stand itu dipajang biji kopi Pagur Arabica, dari yang masih berbentuk gabah sampai yang sudah dikemas.
Bekas Gubernur Bank Indonesia itu sempat mempertanyakan apakah biji kopi itu adalah arabika murni. "Apa benar ini kopi arabika?" ujar Darmin kepada sang barista.
Sang barista pun menegaskan kopi itu adalah kopi arabika asli Desa Pagur. Untuk meyakinkan Darmin, sang barista langsung membuatkannya segelas kopi panas.
Tak lama, kopi itu rampung dibuat dan disuguhkan kepada Darmin. Sebelum meminum, Darmin kembali berkomentar. "Ini seperti teh di Korea, ya. Sedikit dan bening. Kalau di kampung saya, bikin kopi sampai tumpah-tumpah," ucapnya. Celotehan Darmin langsung disambut gelak tawa orang-orang.
Setelah menjajal kopi Pagur, Darmin pun bersiap melenggang ke tempat duduknya. Namun dia kembali disetop. Ia diminta mencicipi kopi Preanger.
Darmin pun mengomentari perbedaan dua kopi itu. "Kopi itu, kalau yang sudah kelas specialty, lain-lain rasanya," tuturnya. "Yang Preanger lebih tajam rasanya, lebih asam, aromanya juga beda. Yang Mandailing lebih bisa diminum tanpa gula, enggak tajam rasanya."
Darmin berujar, hingga saat ini tidak lebih dari 21 jenis kopi sudah memperoleh sertifikasi indikasi geografis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebagai produsen utama kopi dunia, kata dia, Indonesia punya jumlah specialty coffee terbanyak. Namun Darmin khawatir Indonesia mulai jadi pengimpor kopi dalam 2-3 tahun.
Pasalnya, pertumbuhan produksi kopi nasional cenderung stagnan dan tidak mengimbangi pertumbuhan konsumsi. "Produksinya rata-rata 0,3 persen per tahun. Kalau tidak diantisipasi, tak menutup kemungkinan 2-3 tahun mendatang kita jadi importir kopi," ujar Darmin.