TEMPO.CO, JAKARTA - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan sulit membuat neraca perdagangan negara surplus. Musababnya, produk ekspor di Tanah Air masih didominasi oleh komoditas mentah atau produk premier. “Enam bulan ini neraca defisit empat bulan, surplus kemarin hanya karena harga barang primer sedang naik,” kata Oke di kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai Pusat yang juga dihadiri oleh para eksportir di Jakarta, Selasa 7 Agustus 2018.
Menurutnya bakal sulit memperbaiki neraca perdagangan jika situasi ini terus terjadi. Permintaan dunia, kata dia, lebih condong ke produk-produk manufaktur. Jika dikalkulasi permintaan produk olahan bernilai tambah bisa mencapai 80 persen lebih. Belasan persen sisanya baru ke produk primer.
Melansir data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan defisit di bulan Januari, Februari, April, Mei dengan jumlah lebih dari US$ 4 miliar. Sedangkan surplus di bulan Maret dan Juni cuma US$ 2,9 miliar. Walhasil hingga semester I 2018 ini neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 1 miliar. Neraca dagang yang defisit juga membuat nilai tukar rentan berfluktuatif.
“Masalahnya kalau sedang defisit, Kementerian Perdagangan yang diminta tekan impor,” kata Oke. Pembatasan impor barang-barang yang tidak memiliki efek multiganda bagi perekonomian seperti barang konsumsi memang sedang jadi fokus pemerintah. Impor yang marak, ujarnya, bukan berarti jelek. Pengawasan impor yang ketat sekaligus mudah tata caranya perlu didukung infrastruktur mumpuni yang tidak bisa disediakan Kementerian Perdagangan dalam waktu dekat.
Kementerian Perdagangannya pun terus melakukan penjajakan untuk memperbanyak akses pasar. Di Amerika Serikat misalnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mendorong eksportir tekstil Indonesia mengisi 26 persen impor tekstil yang saat ini dikuasai Cina. Sebagai gantinya, Amerika Serikat bakal memasukan bahan baku tekstil ke Indonesia seperti katun untuk diolah. Bahan baku berupa minyak zaitun dari Palestina juga bakal datang karena pemerintah membebaskan bea masuknya. “Pembebasaan bea masuk dari Palestina iplementasinya bulan depan,” kata Enggar seperti yang dilansir situs Kementerian Perdagangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan memperbaiki neraca dagang merupakan salah satu fokus utama pemerintah. Sri pun mengaku juga kena tegus Presiden Joko Widodo yang mendapat laporan kalau eksportir kekurangan modal. “Agar tidak ada keluhan itu lagi, para eksportir bisa ke Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia,” kata Sri Mulyani.
LPEI merupakan lembaga keuangan yang dikhususkan untuk pembiayaan ekspor nasional milik pemerintah. Selain pembiayaan, lembaga ini juga bisa memfasilitasi penjaminan, asuransi, dan jasa. Selain itu insentif fiskal seperti diskon pajak juga diberikan bagi pelaku usaha yang ingin mengembangkan usahanya di dalam negeri.
Meski begitu, Sri Mulyani juga menghimbau agar eksportir pandai-pandai mengatur strategi. Di saat harga komoditas dan nilai tukar rupiah yang melemah, para eksportir didorong untuk mengembangkan usahanya lebih giat. “Pak presiden dulu juga eksportir, waktu dollar kuat beliau memperkuat usahanya, sementara teman-temannya malah cari mobil, rumah, dan istri baru,” kata dia.
Selain pendanaan dan insentif fiskal, pemerintah sebenarnya juga mendorong ekspor dengan memperbanyak agregator ekspor melalui Badan Usaha Milik Negara. Namun kegiatan tersebut belum masif. “Setahu saya baru ada di Aceh dan Palembang untuk kerajinan perak,” kata Ketua Asosiasi UKM Ikhsan Ingratubun.
Simak berita tentang neraca perdagangan di Tempo.co