TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan pemerintah seharusnya melakukan antisipasi dini usai menerapkan 18 hambatan non-tarif pada produk impor hortikultura dan hewan. Akibat aturan ini, Indonesia kalah di sidang Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization atau WTO dan terancam dikenai sanksi US$ 350 juta atau setara Rp 5 triliun.
Baca: AS Minta WTO Jatuhkan Sanksi Rp 5 T ke RI, Begini Awal Ceritanya
"Selama ini argumennya hanya proteksi produk lokal," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2018. Namun, Fithra menilai argumen proteksi ini tidak disertai dengan batas waktu yang jelas kapan akan berakhir.
Sebelumnya, 18 ketentuan ini dipermasalahkan oleh Amerika Serikat dan Selandia Baru. Kedua negara mempermasalahkan dua beleid di sektor perdagangan yakni Permendag Nomor 16 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura serta Permendag Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Produk Hewan.
Amerika dan Selandia Baru mengadukan kebijakan Indonesia ini ke WTO. Per 23 Desember 2016, Indonesia harus menanggung kekalahan di sidang tersebut. Memang ada upaya banding dari Kementerian Perdagangan. Namun Indonesia lagi-lagi kalah.
Fithra mengatakan Indonesia seharusnya mulai bersiap-siap mengurangi impor dari kedua negara sejak 18 aturan ini terbit. Peningkatan daya saing produk hortikultura dan hewan selayaknya dimulai dari awal. Tapi, menurut dia, belum ada upaya peningkatan seperti mekanisasi cara kerja yang masif di kedua sektor tersebut.
Ini membuat kebutuhan Indonesia pada produk impor dari kedua negara masih cukup tinggi. Pada pertengahan 2017 misalnya, Indonesia mengimpor 24.700 ribu ton daging beku dari Selandia Baru. Lalu ada juga apel asal Amerika yang menguasai sekitar 38 persen pasar di Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia justru dinilai terlalu percaya diri di sidang WTO yang akhirnya berujung kekalahan. Memang, Indonesia masih menikmati surplus perdagangan dengan Amerika. Tapi Amerika Serikat tetap mencoba menguranginya walau angkanya kecil. "Semua dihantam sama mereka," ujar Fithra.