TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom asal Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi meminta pemerintah segera bernegosiasi dengan Amerika Serikat. Ini berkaitan dengan permintaan resmi Amerika kepada Organisasi Perdagangan Internasional atau World Trade Organization atau WTO agar segera menjatuhkan sanksi sebanyak US$ 350 juta atau sekitar Rp 5 triliun terhadap Indonesia.
Baca: Kementerian Perdagangan Ajukan Banding di WTO
Menurut Fithra, permintaan sanksi ini bisa saja gugur seandainya negosiasi dari Indonesia berhasil. "Saya rasa masih bisa, karena Amerika lebih suka membawa sejumlah kasus ke ranah bilateral," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 7 Agustus 2018.
Baca: WTO Prediksi Perdagangan Global Tumbuh Moderat Kuartal IV 2017
Permintaan sanksi oleh Amerika ini berkaitan dengan sengketa perdangan yang terjadi dengan Indonesia. Amerika dan juga Selandia Baru memprotes adanya 18 hambatan non-tarif dari pemerintah Indonesia untuk sejumlah produk pertanian dan peternakan asal negara mereka. Beberapa produk impor tersebut yaitu apel, anggur, kentang, bawang, bunga, jus, buah-buah kering, hewan ternak, ayam dan daging sapi.
Amerika dan Selandia Baru pun mengadukan kebijakan Indonesia ini ke WTO. Pada 23 Desember 2016, Indonesia harus menanggung kekalahan di sidang tersebut. Memang ada upaya banding dari Kementerian Perdagangan, namun Indonesia lagi-lagi kalah.
FIthra menambahkan, pemerintah harus memahami bahwa kebijakan Amerika ini tak lepas dari sosok sang presiden Donald Trump. Rata-rata petani di Amerika Serikat merupakan konstituen Trump pada Pemilihan Presiden 2016 lalu.
"Jadi ini menunjukkan gimmick dari Trump bahwa dia membela kesejahteraan petani di sana," ujar Fithria. Kondisi ini mau tidak mau menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia nantinya dalam melakukan negosiasi dengan tim dagang Amerika Serikat.
Selain itu, kata Fithria, permintaan dari Amerika kepada WTO sebenarnya cukup paradoks. Sebab, AS juga melakukan tindakan yang sama pada impor barang asal Cina. Sehingga, poin ini bisa jadi amunisi pemerintah untuk bernegosiasi juga dengan pimpinan WTO.