TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengadakan rapat bersama menteri di bidang ekonomi dan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 6 Agustus 2018. Menteri ekonomi yang hadir di antaranya Menteri Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Simak: Menteri BUMN: Tidak Ada Penjualan Aset Pertamina
Sri Mulyani yang hadir dalam rapat itu mengatakan bahwa ada pembahasan mengenai masalah perusahaan Tuban Petrochemical Industries (PT TPI) dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
"Di situ (TPPI) ada kepemilikan pemerintah dan Pertamina. Fokus kita menyelesaikan agar masalah komersilnya, utang piutang dan kepemilikan saham bisa segera di-clear-kan," kata Sri Mulyani usai mengikuti rapat.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berharap perusahaan tersebut bisa berjalan optimal. Sebab, industri petrokimia menjadi salah satu industri yang penting dan strategis bagi perekonomian nasional. "Jadi kita tadi membahas pada mekanisme antara pemerintah dengan Pertamina dan bagaimana pelaksanaan di TPI dan TPPI-nya," ujarnya.
Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan pemerintah pada dasarnya ingin agar aset berupa Kilang TPPI di Tuban bisa beroperasi optimal. Namun, pengoperasian kilang TPPI itu menemui kendala karena ada warisan masa lalu berupa utang dari pihak lain yang dikonversikan.
Kilang TPPI dapat mengolah kondensat dan atau naphta. Dari pengolahan bahan baku dengan migas mode akan diperoleh beberapa produk minyak, seperti LPG, solar, fuel oil, premium, dan HOMC. Apabila dioperasikan dengan aromatic mode, TPPI dapat memproduksi petrochemical, seperti paraxylene, orthoxylene, benzene, dan toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional.
TPPI merupakan anak perusahaan dari PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro). TPPI dirintis pada 1995 oleh Tirtamas. Namun krisis moneter memaksa perusahaan ini diserahkan oleh sang pemilik kepada pemerintah.
Kemudian Tuban Petro dibentuk 2001 sebagai sebuah holding untuk penyelesaian utang PT Tirtamas Majutama. Tuban Petro dibentuk oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai untuk penyelesaian utang Rp3,2 triliun dari Grup Tirtamas Majutama kepada sejumlah bank.
Tirtamas merupakan kelompok usaha yang dimiliki secara bersama Honggo Wendratno, Hashim Djojohadikusumo, dan Njoo Kok Kiong atau Al Njoo. Dalam proses restrukturisasi utang, Hasjim dan Al Njoo cabut, sehingga tersisa Honggo.
Setelah restrukturisasi selesai, pemerintah menguasai 70 persen saham Tuban Petro, sisanya sebesar 30 persen dikuasai Tirtamas dalam hal ini Honggo. Perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan pada krisis moneter Indonesia yang pertama. Krisis utang ini kemudian menyebabkan TPPI harus direstrukturisasi dan mengubah kepemilikannya menjadi milik Honggo Wendratmo (HW) dan PT PPA serta Pertamina.
Sejak 3 tahun terakhir, TPPI mengalami kesulitan kembali. Hal ini diduga disebabkan penyalahgunaan dalam pengelolaan kilang TPPI ini, terutama dalam pembelian bahan baku dan penjualan hasil produk kilang TPPI ini ke luar negeri. TPPI ditengarai menjual hasil produksinya ke sebuah perusahaan yang dikuasai Honggo yang bernama Java Energy.
Sejak awal 2012, TPPI telah default atau gagal bayar terhadap utangnya kepada Pertamina, sehingga BUMN tersebut mengeluarkan beberapa kali surat pemberitahuan default utang TPPI. Kemudian pada tahun yang sama, pihak pemilik TPPI berusaha melakukan kembali restrukturisasi TPPI dengan melibatkan Pertamina. Akan tetapi, skema dari restrukturisasi TPPI dinilai merugikan Pertamina, sehingga diperlukan campur tangan pihak Kementerian Keuangan untuk menerima persyaratan yang diajukan TPPI.
Baca juga: Pertamina Tak Jual Premium Selama Asian Games
Pertamina tercatat sebagai kreditur terbesar, dengan TPPI berutang sebesar Rp 4,13 triliun utang separatis, dan Rp2,44 triliun untuk utang konkuren. Dulu, Pertamina menjadi pelanggan setia TPPI. Pertamina membeli produk mulai dari bensin atau mogas (motor gasoline) hingga elpiji.