TEMPO.CO, Jakarta - Industri otomotif menyatakan siap untuk memperluas penggunaan biodiesel 20 persen (B20) untuk seluruh kendaraan bermesin diesel di Indonesia.
Baca juga: Luhut Pandjaitan: Penggunaan Biodiesel Hemat 5 Miliar Dolar AS
"Kami siap mendukung implementasi Biodiesel 20, standar emisi euro yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia," kata Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi pada Pembukaan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2018 di Tangerang Selatan, Kamis, 2 Agustus 2018.
Hal tersebut disambut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang menyampaikan bahwa penggunaan B20 merupakan upaya substitusi impor bahan bakar paling cepat yang akan menghemat USD$ 21 juta per hari atau USD$ 5,9 miliar dalam setahun.
"Ini tentu substitusi impor yang paling cepat dan juga untuk membuat balance neraca pembayaran," kata Airlangga Hartarto.
Baca juga: ESDM: Perluasan B20 Akan Menambah Konsumsi Biodiesel 3 Juta KL
Sebelumnya, B20 dalam konsumsi solar hanya diwajibkan untuk kendaraan bersubsidi atau public service obligation (PSO) seperti kereta api. Nantinya, B20 akan wajib digunakan pada kendaraan non-PSO, seperti alat-alat berat di sektor pertambangan, traktor atau ekskavator, termasuk juga diperluas ke kendaraan-kendaraan pribadi.
Untuk itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, yang disebut tinggal menunggu teken dari Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Perpres Biodiesel 20 Persen Diharapkan Terbit Agustus 2018
Menurut Airlangga, pasokan biodiesel non subsidi jumlahnya lebih besar daripada yang bersubsidi. Jumlah biodiesel non subsidi saat ini diproyeksi mencapai 16 juta ton. Artinya, ada penambahan demand biofuel hingga 3,2 juta ton per tahun. Namun, tahapan teknisnya akan dibahas berapa lama ini bisa dicapai.
Airlangga menambahkan, Indonesia masih mencukupi dalam penyediaan bahan baku untuk produksi biodiesel, yakni dari CPO (minyak sawit mentah). "Kapasitas CPO nasional mencapai 38 juta ton pada tahun 2017. Sebanyak 7,21 juta ton di antaranya untuk keperluan ekspor dan kebutuhan pangan nasional sebesar 8,86 juta ton," ungkapnya.
ANTARA