TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform atau IESR, Fabby Tumiwa meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya atau ESDM hati-hati dalam memberikan izin mengenai pengelolaan blok Rokan. Sebab, menurut dia, pengelola Rokan saat ini, yakni PT Chevron Pacific Indonesia tengah mempertimbangkan untuk keluar dari Indonesia.
BACA:Rini Soemarno Yakin Proposal Pertamina di Blok Rokan Kompetitif
"Pemerintah harusnya bisa lihat lebih holistik mana yang memberi manfaat kepada negara paling banyak dan memastikan pasokan energi aman," kata Fabby usai menjadi pembicara saat peluncuran Indonesia Clean Energi Forum di Hotel Double Tree di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 31 Juli 2018.
Sebelumnya, sejumlah pihak menolak jika pemerintah memberikan kembali pengelolaan Blok Rokan kepada Chevron. Mereka meminta Blok Rokan dikembalikan kepada negara lewat PT Pertamina. Sebab, perusahaan asal Amerika Serikat ini dinilai telah terlalu lama menguasai pertambangan migas di sana. Apabila tetap dilakukan pemerintah dianggap sudah melanggar konstitusi. Adapun kontrak Chevron akan berakhir pada 2021 nanti.
BACA: Pertamina Optimistis Bisa Kelola Blok Rokan Lebih Baik
Pertamina dan Chevron dikabarkan tengah berebut pengelolaan Blok Rokan, Provinsi Riau. Kementerian ESDM dikabarkan bakal merampungkan kajian dua proposal yang diajukan keduanya pada akhir Juli 2018 ini.
Menurut Fabby, indikasi Chevron akan keluar dari Indonesia terlihat setelah perusahaan ini tak lagi memperpanjang pengelolaan blok Makassar Strait yang akan berakhir pada 2020. Sedangkan Proyek Ultra Laut Dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD) juga belum akan dikembangkan oleh Chevron. Fabby menduga, blok Rokan masih dinilai menguntungkan oleh Chevron terutama sebagai modal mengembangkan IDD.
"Kalau ngga dapet Rokan mereka bisa saja pull out dari IDS yang teknologinya susah, berisiko dan mahal secara finansial," kata dia.
Selain itu, Fabby melanjutkan, jika izin pengelolaan tak jadi diberikan kepada Chevron, kementerian perlu mempertimbangkan mengenai penggunaan teknologi yang digunakan. Sejauh ini, hanya Chevron yang memiliki teknologi ehance oil recovery dalam melakukan pengeboran di Blok Rokan yang masuk dalam sumur eksplorasi tua.
"Harus diingat biaya capital investmentnya tinggi, dan keinginan itu dikembalikan ke negara pertanyaannya mampu ngga mempertahankan jumlah produksi dan ga menganggu keuangan perusahaan yang diberikan izin," ujar dia.
Sebagai catatan, hampir tiap tahun realisasi produksi siap jual (lifting) dari Wilayah Karya (WK) Rokan tercatat unggul dibandingkan WK lainnya. Namun, berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), realisasi lifting blok migas ini pada semester I tahun 2018 disalip oleh Blok Cepu.
Realisasi lifting minyak dari Blok Cepu pada semester I Tahun 2018 tercatat paling tinggi. Dengan capaian 209.922 bph atau sekitar 102,4 persen dari target 205.000 bph, capaian lifting Blok Cepu menyalip lifting Blok Rokan yang tercatat sebesar 207.148 bph atau sekitar 97 persen dari target 213.551 bph.
Selain itu, lifting Blok Cepu tahun ini diproyeksikan mencapai 210.285 bph atau 102,6 persen dari target. Sementara, lifting Blok Rokan milik KKKS PT Chevron Pacific Indonesia ini diprediksi hanya mencapai 205.952 bph atau 96,4 persen dari target
BISNIS