TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kembali memanggil Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir hari ini. Pemanggilan ini dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Baca: ESDM Tugaskan PLN Kelola 3 Wilayah Kerja Panas Bumi
"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa Soyan Basir, Direktur Utama PT PLN sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kasus suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Selain Sofyan, KPK juga memanggil dua saksi lainnya untuk tersangka Eni, yaitu CEO PT Blackgold Energy Indonesia dan Diah Aprilianingrum berprofesi sebagai staf admin.
Baca: Jaringan Siap, PLN Timika Tunggu Pembangkit Listrik dari Pusat
Sebelumnya, KPK pada Jumat pekan lalu telah memeriksa Sofyan juga sebagai saksi untuk tersangka Johannes. Saat itu, KPK mendalami pertemuan-pertemuan yang diduga dilakukan oleh saksi dengan tersangka. "Selain itu, dalam kapasitas saksi sebagai Dirut PLN, penyidik juga mendalami peran dan arahan saksi dalam hal penunjukan BlackGold," kata Febri.
KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut. Penerimaan uang sebesar Rp500 juta itu diduga merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp 4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 Rp 2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp 300 juta. Uang itu diduga diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih dalam kasus suap proyek terkait PLN ini disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
ANTARA