TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo alias Jokowi meminta para kepala daerah untuk menjaga pasokan dan juga distribusi komoditas bahan pangan. Menurut Jokowi, hal ini penting terutama untuk menjaga tingkat inflasi tetap rendah.
Baca: Jokowi: Percuma Ekonomi Tumbuh tapi Inflasi Tinggi, Rakyat Tekor
"Kita ini sering terjebak dalam rutinitas yang administratif tapi ke lapangannya tidak sering di pantau. Tolong lihat angka-angka inflasinya naik atau turun," kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2018 di Puri Agung Ballroom Hotel Sahid di Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis 26 Juli 2018.
Rapat koordinasi ini merupakan acara tahunan yang digelar oleh Tim Pengendali Inflasi yang dipimpin langsung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam kegiatan ini Jokowi hadir dan memimpin langsung. Adapun rapat koordinasi ini dihadiri oleh seluruh gubernur, walikota dan bupati di Indonesia. Rapat koordinasi ini digelar tertutup bagi media.
Baca: Jokowi Titip Defisit Neraca Perdagangan ke Kepala Daerah
Jokowi juga meminta kepada seluruh kepala daerah yang hadir untuk memperhatikan problem-problem yang bisa mengganggu tingkat inflasi. Terutama mengenai infrastruktur yang mendukung pasokan atau distribusi.
Mantan Walikota Solo ini mencontohkan kepala daerah bisa melakukan perdagangan dengan daerah lain jika merasa daerahnya tak memiliki stok yang cukup. Misalnya, kata Jokowi, Jawa Timur yang memiliki pasokan lebih bisa menjual ke di provinsi yang masih kekurangan.
Sebaliknya, daerah yang kekurangan stok pangan misalnya di Sulawesi Selatan bisa telepon gubernur Jawa Timur untuk minta dikirim ke Sulawesi Selatan. "Kalau telepon kurang mantap, datangi. Gubernur, bupati, walikota sama, harus seperti ini, kalau ingin rakyat menikmati harga yang terkendali. Jangan inflasi sudah tinggi nggak ngerti, duduk manis di kantor," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, percuma pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5 persen namun inflasi lebih tinggi dari persentase pertumbuhan. Idealnya, kata dia, pertumbuhan bisa 6 persen tapi inflasi 1,5 persen atau pertumbuhan 7 persen inflasi 2 persen.
Sementara itu, inflasi hingga semester pertama atau Juni 2018 mencapai 3,1 persen. Jumlah itu cenderung terkendali dari rentang yang ditargetkan 3,5 persen plus minus 1 persen. Bahkan, inflasi pada Idul Fitri tercatat lebih rendah sejak tiga tahun sebelumnya dari 2015-2017.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun ini diprediksi masih akan naik meski lambat. Diproyeksikan pertumbuhan ekonomi masih konsisten dengan proyeksi akhir tahun sebesar 5,2 persen. Sumber pertumbuhannya ini diperkirakan karena stimulus fiskal, jumlah konsumsi dan investasi terus meningkat.
Di samping itu, defisit neraca transaksi berjalan Indonesia kemungkinan bakal menyentuh angka US$ 25 miliar pada akhir tahun 2018. Angka tersebut jauh lebih tinggi ketimbang tahun lalu yang US$ 17,5 miliar.
Simak berita menarik lainnya terkait Jokowi hanya di Tempo.co.