TEMPO.CO, Jakarta - Prognosis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2018 semester kedua diperkirakan bakal terbebani tahun politik. Pasalnya, belanja yang langsung diterima masyarakat seperti subsidi dan bantuan sosial (bansos) menjadi prioritas yang memberatkan.
Baca: Alasan Bappenas Usulkan Revisi Rasio Gini di RAPBN 2019
Ekonom Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Reza Hafiz mengungkapkan anggaran subsidi yang membengkak tetap menjadi prioritas anggaran. "Saya melihat ini tahun politik, pasti postur akan dijaga sedemikian rupa sehingga belanja-belanja yang langsung mengena di masyarakat seperti subsidi dan bansos ini akan diprioritaskan," ujarnya, Senin, 23 Juli 2018. "Konsekuensinya bakal ada efisiensi di pos lain dan jangan sampai yang kena efisiensi belanja modal."
Reza menjelaskan, subsidi memang tidak terlepas dari faktor harga minyak dan kurs rupiah. Saat ini, harga minyak dan kurs sudah melewati jauh dari asumsi APBN 2018, sehingga dampaknya harga BBM bersubsidi seperti solar dan tanggungan subsidi akan naik.
Baca: Jokowi Minta RAPBN 2019 Sehat dan Realistis
Selain faktor eksternal, kata Reza, ada faktor internal yang dinilai perlu dikoreksi yaitu produksi dan lifting minyak yang selalu tidak mencapai target. "Coba kalau produksi dan lifting bisa maksimal, sehingga tidak butuh impor minyak sehingga tidak terpengaruh kurs. Setidaknya untuk solar saja yang masih disubsidi," tuturnya.
Selain itu, Reza memandang bahan bakar minyak (BBM) jenis premium memang perlu disubsidi tetapi dengan produksi yang terbatas dan dikhususkan untuk daerah luar Jawa. Hasilnya, pemerintah dan PT Pertamina (Persero) tidak kelimpungan saat harga minyak dunia naik dan terjadi depresiasi kurs.
Dalam proyeksinya, Reza memperkirakan, pemerintah pasti bakal meningkatkan efisiensi anggaran belanja. Jika penerimaan pada akhir tahun tidak sesuai ekspektasi, maka konsekuensinya sumbangan belanja ke pertumbuhan ekonomi akan turun.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyampaikan belanja non Kementerian/Lembaga akan lebih tinggi dari pagunya, mencapai Rp 640,2 triliun. Hal ini disebabkan belanja subsidi semester kedua tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp 154,2 triliun, sehingga realisasi sepanjang tahun menyentuh Rp 228,1 triliun.
Proyeksi peningkatan subsidi ini terjadi karena adanya pembengkakan subsidi energi pada semester kedua tahun 2018 yang mencapai Rp 103,9 triliun. Sedangkan pagu APBN 2018 untuk subsidi energi hanya Rp 94,5 triliun.
Nilai tersebut belum ditambah realisasi semester satu tahun 2018 yang mencapai Rp 59,5 triliun. Artinya, terjadi pembengkakan sebesar Rp 68,97 triliun dari pagu anggaran subsidi energi di APBN 2018.