TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan kondisi perekonomian global yang tengah mengalami perang dagang tak bisa dihindari. Dengan adanya kondisi ini, menurut Darmin, tidak bisa tidak Indonesia harus mampu merespon dan menyesuaikan.
Baca: Perang Dagang, Trump Bakal Larang Ekspor Teknologi ke Cina
"Kita tidak bisa menghindari yang namanya perang dagang yang ujung-ujungnya itu pasti mempengaruhi kurs, nilai tukar. Kedua arus modal itu pasti terpengaruh, sehingga kita sendiri di dalam negeri mau tidak mau (harus menyesuaikan)," kata Darmin ditemui dalam acara peringatan hari ulang tahun ke-52 Kementerian Perekonomian di Kantor Kemenko Perekonomian, Gambir, Jakarta Pusat, Ahad, 22 Juli 2018.
Kondisi perekonomian global kini tengah bergejolak usai terjadinya perang dagang antara Amerika dengan Cina. Perang dagang yang melibatkan dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut turut mempengaruhi perekonomian domestik Indonesia. Terutama mengenai neraca ekspor maupun impor dan tingkat suku bunga acuan.
Menurut Darmin, Indonesia harus merespons namun tidak perlu tergesa-gesa.
Sebab jika terburu-buru, justru bisa ikut mendorong runtuhnya rezim multilateral perdagangan global, terutama setelah Amerika melakukan langkah yang tidak mengikuti pakem perdagangan global.
Darmin mengatakan untuk mengatasi kondisi perang dagang antara Amerika dan Cina, Indonesia terlebih dahulu harus menjaga neraca perdaganganya. Menurut dia, saat ini neraca perdagangan Indonesia masih defisit US$ 1,03 miliar.
"Kalau secara total neraca dagang kita defisitnya tidak terlalu besar US$ 1,03 miliar. Tetapi kalau dilihat migas saja berapa defisitnya, US$ 5,4 miliar. Non migas surplus, tapi hanya US$ 4,4 miliar. Itu yang kita harus atasi," kata Darmin.
Untuk mengatasi defisit ini, kata Darmin, pemerintah telah memutuskan mempercepat pelaksanaan kebijakan B20 untuk bio diesel. Ia berujar jika kebijakan ini bisa terlaksana 90 persen saja Indonesia bisa menghemat devisa lewat pengurangan impor migas sehingga bisa menutup defisit.
Meski demikan, Darmin menyatakan kebijakan ini tak bisa bisa lakukan dalam beberapa bulan ke depan. Ia berharap dalam 6 bulan ke depan kebijakan inu bisa berjalan penuh B20 (90 persen) membuat neraca perdagangan migas surplus.
Selain itu, Darmin menyatakan, pemerintah juga perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah kondisi ekonomi dunia yang tak stabil akibat perang dagang. Tak hanya itu, pemerintah juga perlu menjaga arus modal asing supaya investasi asing tertarik.
DIAS PRASONGKO