TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berujar predikat Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan kepada kementerian dan lembaga tidak menjamin tidak adanya korupsi di sana. Demikian pula, predikat itu juga tidak berarti tidak adanya pemborosan.
BACA: Sri Mulyani Minta Pertamina Segera Ambil Langkah Jaga Kesehatan
"Karena dia hanya compliance terhadap apa yang dia rencanakan dan apa yang dia laporkan," ujar Sri Mulyani saat rapat bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 19 Juli 2018.
Pernyataan itu dilontarkan menanggapi pertanyaan Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengenai predikat WTP yang semestinya mencerminkan bahwa kementerian atau lembaga tersebut bebas dari korupsi. "Kalau sudah bagus (laporan keuangannya) kan mestinya sudah enggak ada (korupsi)," kata Mekeng.
Menurut Sri Mulyani, bisa saja suatu aktivitas dianggarkan melebihi kebutuhannya, namun tetap terbelanjakan dan dilaporkan dengan baik. Itu akan tetap dinilai memenuhi audit BPK.
Untuk mengantisipasi adanya isu pemborosan itu, Sri Mulyani telah menunjuk wakil menteri dan inspektorat jenderal untuk melakukan penyisiran terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sekarang sedang berjalan.
"Untuk melihat apa sih aktivitas yang masuk dan secara detail," ujar Sri Mulyani. Selanjutnya berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal untuk minta perbaikan dalam perencanaan penganggaran dan detail mengenai aktivitas yang memang menjadi prioritas.
BACA: Sri Mulyani Jelaskan Laporan Keuangan Kementerian di DPR
Mengenai isu korupsi, Sri Mulyani menyatakan komitmennya untuk menekan angka korupsi itu seminimal mungkin. "Kalau perlu dinolkan," ujar dia. Meski, ancaman terhadap penyelewengan tata kelola selali ada di kementerian/lembaga, baik di level pusat maupun daerah.
Untuk mengatasinya, Sri Mulyani berujar solusinya adalah reformasi. Integritas, menurut dia, adalah nilai yang paling penting di kementeriannya. Itu tercermin dalam mendesain proses bisnis dan transparansi.
Ia juga akan melihat muasal dari korupsi itu, misalnya soal penganggaran. "Contohnya di bea cukai dimana mereka harus patroli bahan bakarnya tidak cukup kemudian mereka mencari sumber tempat lain itu komprimisme jadinya," ujar Sri Mulyani. Kalau itu yang terjadi, ia mengatakan koreksi harus dilakukan di sektor tersebut.