TEMPO.CO, Jakarta - Harga telur ayam negeri yang terus naik meskipun momentum hari raya Lebaran telat lewat dan kini tembus di level Rp 30 ribu per kilogram menimbulkan keresahan banyak rumah tangga. Pemerintah juga mulai berancang-ancang akan mengambil sejumlah langkah untuk menurunkan harga komoditas tersebut.
Baca: Harga Telur Ayam Naik, Peternak: Produksi Telur Turun 10 Persen
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy menyebutkan bahwa berkurangnya pasokan jagung untuk pakan ayam memicu lonjakan harga telur tersebut. "Sebab, lebih dari 50 persen produksi jagung memang diperuntukkan untuk konsumsi hewan, misalnya saja ayam," ujarnya, Rabu 18 Juli 2018.
Saat ini, harga pakan ayam nabati, yang sebagian besar adalah jagung terbilang mahal karena jumlah produksi nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsinya. Sedangkan di saat yang bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa memperhatikan pasokan memadai.
Baca: Stabilkan Harga Telur, Mentan Gelar Operasi Pasar Besar-besaran
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, jumlah produksi jagung nasional mengalami peningkatan pada periode 2013 sampai 2017. Pada 2013 jumlah produksi jagung nasional adalah 18,5 juta ton dan meningkat menjadi 19 juta ton dan 19,6 juta ton pada 2014 dan 2015. Pada 2016 dan 2017 jumlahnya menjadi 19,7 juta ton dan 20 juta ton.
Di saat yang bersamaan, jumlah konsumsi jagung nasional juga terus naik. Pada periode 2013-2015, jumlah konsumsi jagung nasional berjumlah 21,6 juta ton, 22,5 juta ton dan 23,3 juta ton.
Ada sedikit penurunan pada 2016 yaitu menjadi 22,1 juta ton. Jumlah ini kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017. "Jumlah produksi jagung nasional terus meningkat. Tapi kenaikan ini juga diikuti adanya lonjakan jumlah konsumsi nasional," kata Imelda.
Sementara itu, Ketua Satgas Pangan Polri Irjen Polisi Setyo Wasisto mengatakan pihaknya sedang menelusuri penyebab kenaikan harga telur ayam yang saat ini melambung di pasaran. "Ini sedang diteliti kalau ada yang main-main (mempermainkan harga)," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Rabu lalu.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Hermanto mengatakan pengadaan telur dapat dibagi menjadi dua klaster pemasok. "Yaitu supplier besar dalam hal ini korporasi dan ada juga petani telur kelas menengah ke bawah," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Hermanto berpendapat bahwa untuk pemasok telur besar maka seluruh komponen biaya daripada ayam itu atau telur itu dikuasai oleh para korporasi. Dengan begitu, dapat dilihat siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dalam hal ini.
Sebagai gambaran, harga telur ayam di pasar tradisional wilayah Jakarta Barat terpantau naik menjadi Rp 28 ribu per kilogram. Harga tersebut mengalami kenaikan cukup drastis pada Jumat pekan lalu Rp 26r ribu per kilogram.
ANTARA