TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia Rosan Perkasa Roeslani meminta perusahaan pelat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melebarkan sayapnya ke luar negeri. Proyek-proyek pemerintah bernilai sedang, sebaiknya diserahkan kepada kontraktor swasta.
Dia mengatakan masifnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah membuat bisnis di sektor konstruksi menjadi sangat menggiurkan. "Ini tahun terbaik konstruksi," kata dia dalam acara peluncuran acara Konstruksi Indonesia di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Juli 2018.
Namun sayangnya, KADIN menilai pembangunan infrastruktur ini masih lebih banyak didominasi oleh perusahaan-perusahaan plat merah alias Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal, kalangan swasta telah menyatakan dukungan penuh demi membantu pemerintah dalam infrastruktur.
"BUMN sudah harus fokus pada pekerjaan dengan nilai besar dan resiko tinggi saja, atau berkiprah di luar negeri," kata Rosan. Sedangkan untuk proyek-proyek standar dengan nilai sedang, lebih baik diserahkan kepada sejumlah kontraktor swasta yang sudah siap terjun untuk membangun.
Ketimpangan pembagian kue infrastruktur antara BUMN dan swasta ini memang bukan muncul kali ini saja. Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia pernah menyatakan bahwa lebih dari 55 persen proyek infrastruktur hanya berkutat di BUMN Karya itu-itu saja. Kalaupun dilibatkan, swasta selama ini lebih banyak berperan sebagai subkontraktor semata.
Kondisi ini tidak sejalan dengan kenyataan minimnya sumber pendanaan infrastruktur dari pemerintah. Di tahun 2018, Kementerian PUPR hanya mendapat anggaran Rp 107,386 triliun untuk pengerjaan sejumlah proyek. Adapun total dana pembangunan hingga 2019 yaitu mencapai Rp 4.700 triliun. Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya mampu menanggung 33 persen dan BUMN 25 persen.
Menanggapi keluhan ini, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pun berjanji akan mengeluarkan surat edaran khusus. Isinya, proyek pembangunan infrastruktur di bawah Rp 100 miliar tidak boleh disentuh oleh BUMN dan harus dikerjakan oleh swasta.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan peluang bisnis konstruksi memang masih terbuka lebar. Kementerian, kata dia, menjamin, selain BUMN, akan melibatkan lebih banyak pelaku usaha jasa konstruksi swasta untuk terlibat, terutama pada pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. "Oleh karena itu, industri konstruksi harus meningkatkan kemampuannya, kualitas dan kuantitas," kata Syarif.