TEMPO.CO, Jakarta - Soal kasus dugaan suap yang di antaranya menyinggung PT PLN (Persero) membuat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya angkat bicara. Luhut menyebutkan penghentian sementara pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Riau 1 tak akan mempengaruhi keseluruhan proyek 35 ribu MW.
Baca: Suap PLTU Riau I, Rizal Ramli: Dirut PLN Belum Tentu Terlibat
"Tidak, tidak. Itu dihentikan sementara kan karena itu aja (ada kasus suap)," kata Luhut saat ditemui di Perpustakaan Nasional Jakarta, Rabu,18 Juli 2018. Luhut menyebutkan dengan proyek listrik 35 ribu MW itu, pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen. Pernyataan Luhut itu menanggapi kasus suap di proyek PLTU Riau 1.
KPK telah menetapkan Eni Maulani Saragih dan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited yang merupakan kontraktor PLTU Riau-I Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Eni yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Energi DPR diduga menerima suap sebesar total Rp 4,8 milliar atau 2,5 persen dari nilai proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Baca: Johannes Kotjo, Orang Kaya RI di Pusaran Kasus Suap PLN
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengatakan menunda sementara pembangunan PLTU Riau 1 karena terhambat permasalahan hukum. "Pengerjaan pembangunan akan ditunda sementara sampai kasus hukumnya selesai," kata Sofyan.
Terkait dengan pergantian konsorsium, hal tersebut nantinya berada di wewenang PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) selaku penunjukan langsung dari PT PLN. Sofyan menjelaskan, kalaupun akan dimulai dari awal, tidak akan memakan waktu lama karena semua kesiapan sudah terlaksana.
Sofyan menyebutkan nilai total investasi PLTU Riau 1 tersebut sebesar US$ 900 juta. PLTU Riau 1 mulut tambang tersebut merupakan proyek penunjukan langsung kepada anak perusahaan PLN, yaitu PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) yang sepenuhnya dimiliki oleh PT PLN.
Hingga saat ini status proyek yang digarap salah satunya oleh anak usaha PT PLN ini masih sebatas surat peminatan (letter of intent atau LOI) dari investor atau konsorsium, dengan perencanaan kapasitas sebesar 2x300 MW. LOI tersebut ditandatangani pada pertengahan Januari 2018, dengan target komersial pada 2023.