TEMPO.CO, Jakarta - Niatan sejumlah pemerintah daerah untuk menerbitkan surat utang atau obligasi cukup menarik perhatian investor. Terlebih, di tengah keterbatasan instrumen investasi domestik saat ini, obligasi menjadi salah satu alternatif. “Peluangnya ada, karena semakin ke sini minat investasi ke obligasi juga meningkat, karena sekarang kan sifatnya sudah semakin likuid, walaupun pasar saham masih mendominasi,” ujar Ketua Komunitas Investor Saham Pemula Frisca Devi Choirina, kepada Tempo, Selasa 17 Juli 2018.
Frisca menuturkan jika diamati investor yang berminat pada obligasi kini masih didominasi oleh kalangan menengah ke atas. Hal itu diduga disebabkan oleh nilai investasi yang harus dikeluarkan masih belum sepenuhnya terjangkau ke seluruh lapisan masyarakat. “Harganya walaupun yang ritel termurahnya juga masih dalam kisaran jutaan, belum seperti saham yang lebih ritel, walaupun sama-sama pasar modal,” katanya.
Sehingga, meskipun potensial, instrumen obligasi khususnya yang akan diterbitkan oleh pemerintah daerah diprediksi akan menghadapi tantangan yang tak mudah. “Kami masih belum optimistis sejauh ini, masih ragu karena secara global di kota-kota besar saja dia belum terlalu common, cakupannya belum terbesar, sehingga kalau daerah sepertinya masih asing,” ujarnya. Menurut dia, masih dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat tentang obligasi daerah.
Simak: PLN Terbitkan Obligasi Global USD 2 Miliar
Frisca berujar sebagai investor hal terpenting yang diperhatikan ketika menentukan instrumen investasi adalah imbal hasil (yield) atau nilai kupon yang ditawarkan. “Kalau memang kupon dan harga belinya worth it pasti investor tertarik membeli, tapi kalau dibandingkan deposito misalnya beda tipis ya buat apa,” ucapnya.
Dia pun menekankan preferensi investor tentang tenor obligasi yang variatif. Adapun range besaran yield obligasi baik pemerintah maupun korporasi saat ini berada di kisaran 6-15 persen. “Karena penerbitnya pemerintah, walaupun pemda ya tetap jadi keuntungan juga karena biasanya investor lebih merasa aman dibandingkan korporasi atau swasta.”
Namun, sebagai catatan yang tak kalah penting bagi investor adalah kredibilitas dan kapabilitas pemda tersebut untuk mengelola obligasi itu nantinya. “Kinerja keuangan dari pihak yang mengeluarkan obligasi ini harus diamati, karena khawatirnya ada kasus gagal bayar,” kata Frisca. Sejumlah daerah yang telah menyatakan minatnya di antaranya adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi sepakat jika potensi dana yang dapat dihimpun dari penerbitan obligasi daerah akan besar. Sebelumnya, diperkirakan potensinya disebut bisa mencapai Rp 20 triliun. “Potensinya besar, tapi untuk pastinya berapa yang menghitung Pemda yang bersangkutan,” ujarnya. Untuk itu, lembaganya juga terus berupaya mendorong daerah untuk segera merealisasikannya. “Kami mendukung penuh dari sisi pelatihan, sosialisasi, hingga pendampingan,” katanya.
Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan semakin banyak pilihan instrumen investasi di pasar akan semakin bagus. Karena, setiap investor memiliki tipe, tujuan, dan preferensi yang berbeda. Obligasi daerah khususnya yang dapat bersifat jangka panjang karena peruntukannya sebagai pembiayaan infrastruktur, akan menjadi opsi lain untuk investor menengah panjang, yang sebelumnya bermain di dana pensiun atau asuransi. “Untuk investor tentukan akan diukur return yang ditawarkan, dan tingkat risikonya seperti apa sebelum mereka memutuskan untuk berinvestasi,” ucapnya.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual menuturkan obligasi daerah di satu sisi juga dapat berdampak positif mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, latar belakang penerbitan obligasi ini utamanya karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tak bisa membiayai seluruh kebutuhan dana infrastruktur. “Asalkan penggunaan obligasi daerah ini sesuai dengan tujuannya, pertama harus dilihat apa dulu kebutuhannya, punya ide kreatif apa untuk mendorong perekonomian di sana,” katanya.
Dia pun tetap mengingatkan pemda untuk berhati-hati dalam mengelola dana yang ada. “Karena bisa saja menyebabkan utang daerah jadi berlebihan, kinerjanya kurang sehat nanti dalam pengelolaan APBD, tapi sejauh ini kinerja keuangan daerah yang berminat cukup bagus,” ucapnya.
GHOIDA RAHMAH | VINDRY FLORENTIN