TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU Riau 1 tidak mempengaruhi kinerja megaproyek 35 ribu megawatt.
Baca juga: Eni Saragih Minta Jokowi Tak Gagalkan Model Proyek PLTU Riau I
"Saya rasa tidak mempengaruhi megaproyek 35 ribu MW. Selain itu, proyek tetap bisa dijalankan," kata Ego di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa, 17 Juli 2018.
Ego mengatakan belum ada arahan khusus dari Menteri ESDM Ignasius Jonan terkait dengan kasus suap tersebut. "Kami belum mendalami proyek tersebut, juga belum ada arahan khusus dari Menteri," ujarnya.
Simak pula: Eni Saragih Niatkan Hasil Suap Proyek PLTU untuk Bersedekah
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengatakan menunda sementara pembangunan PLTU Riau 1 karena terhambat permasalahan hukum. "Pengerjaan pembangunan akan ditunda sementara sampai kasus hukumnya selesai," kata Sofyan.
Terkait dengan pergantian konsorsium, hal tersebut nantinya berada di wewenang PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) selaku penunjukan langsung dari PT PLN.
Sofyan menjelaskan, kalaupun akan dimulai dari awal, tidak akan memakan waktu lama karena semua kesiapan sudah terlaksana. Sebelumnya, Dirut PLN menyebutkan nilai total investasi PLTU Riau 1 tersebut sebesar US$ 900 juta.
"Proyek ini dijalankan konsorsium dan anak perusahaan PJB, nilai investasinya kira-kira sebesar US$ 900 juta," kata Sofyan Basir.
Sofyan juga menjelaskan bahwa PLTU Riau 1 mulut tambang tersebut merupakan proyek penunjukan langsung kepada anak perusahaan PLN, yaitu PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) yang sepenuhnya dimiliki oleh PT PLN.
Hingga saat ini statusnya masih sebatas surat peminatan (letter of intent atau LOI) dari investor atau konsorsium, dengan perencanaan kapasitas sebesar 2x300 MW. LOI tersebut ditandatangani pada pertengahan Januari 2018, dengan target komersial pada 2023.
Konsorsium yang terbentuk adalah Blackgold Natural Resources, yang merupakan perusahaan pertambangan batu bara multinasional. Kemudian perusahaan lain adalah PT Samantaka Batubara, yang merupakan anak perusahaan Blackgold, dan perusahaan asal Tiongkok, China Huadian Engineering Co, Ltd.
Selanjutnya, perusahaan konsorsium tersebut PT PJB, yang dijelaskan bakal memiliki saham mayoritas 51 persen atas PLTU Riau 1, serta PT PLN Batubara.
Sofyan mengatakan tidak dapat bergerak lebih dalam karena proyek tersebut ditangani PT PJB. Adapun kebijakan mengganti konsorsium setelah tersandung kasus hukum juga merupakan kewenangan PT PJB.
Direktur Utama PLN juga mengatakan status hukumnya seusai rumahnya didatangi KPK masih sebagai saksi. "Status saya adalah saksi, karena saya juga mendukung langkah dari KPK, maka saya juga memberikan informasi dan dokumen yang diperlukan. Dan KPK juga hanya membawa dokumen yang terkait, tidak ada lainnya," kata Sofyan Basir di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin.
Secara terperinci Sofyan menyebutkan dokumen yang dibawa adalah data terkait PLTU Riau 1. Dirut PLN juga membenarkan KPK telah membawa beberapa dokumen terkait tersebut dari rumahnya.
KPK menggeledah rumah Dirut Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir di Jakarta Pusat, Minggu, 15 Juli, terkait dengan penyidikan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.
"Benar, ada penggeledahan di rumah Dirut PLN yang dilakukan sejak pagi ini oleh tim KPK dalam penyidikan kasus suap terkait proyek PLTU Riau 1," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Dalam kasus suap PLTU Riau 1 tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni anggota Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih (EMS), dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
ANTARA