TEMPO.CO, Surabaya - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina bisa memberikan peluang keuntungan bagi Indonesia. "Bisa menguntungkan buat kita karena kita bisa menghemat dengan membangun industri dalam negeri menjadi lebih baik," kata Luhut seperti dikutip dari rilisnya usai melakukan kunjungan ke galangan kapal PT Penataran Angkatan Laut (PT PAL) di Surabaya, Senin, 16 Juli 2018.
Baca: Dampak Perang Dagang, 3.547 Barang dari RI Bakal Terkena Imbasnya
Untuk menangkap peluang ini, kata Luhut, pemerintah telah memutuskan untuk memanfaatkan lebih banyak produk lokal. Ia mencontohkan salah satunya adalah pemanfaatan PT PAL sebagai salah satu industri yang digunakan untuk mendukung sektor pertahanan.
Menurut Luhut, hal ini dianggap tepat, karena anggaran Kementerian Pertahanan merupakan pengguna anggaran terbesar kedua setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). "Jadi kita coba sebisa mungkin untuk memanfaatkan dana itu untuk membangun industri dalam negeri sehingga ada nilai tambahnya," tuturnya.
Baca: Perang Dagang AS-Cina, Ini Harapan Pengusaha Kelapa Sawit
Saat ini PT PAL tengah menjalin kerjasama dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) untuk membangun kapal selam ketiga. Kapal selam ini dirakit di galangan PT PAL, setelah bagian-bagiannya dikirim dari Korea Selatan. Kapal selam yang diberi nama KRI Alugoro-405 ini direncanakan selesai tahun ini. Selain itu, kini tengah mengerjakan pesanan Kapal Cepat Rudal (KCR) sebanyak 19 buah dan sedang menyelesaikan pesanan Landing Platform Dock (LPD) nya yang ke enam
Luhur berujar bahwa pembangunan industri pertahanan seperti yang tengah dilakukan oleh PT PAL diharapkan bisa mengurangi dana impor luar negeri. Sehingga bisa menyeimbangkan neraca ekspor-impor serta memberi nilai tambah dan mengembangkan tenaga kerja.
Untuk mengantisipasi perang dagang, kata Luhut, pemerintah telah berencana merevisi aturan biodiesel 20 persen (B20) atau bahan bakar nabati 20 persen untuk digunakan oleh sektor non subsidi. Bahkan kata Luhut, pemerintah juga tengah memikirkan penggunaan bahan bakar B30 yang bisa meningkatkan pemakaian kelapa sawit sehingga bisa mengurangi impor solar.
"Selain akan mengurangi pemakaian solar, ini bisa meningkatkan kesejahteraan petani sehingga harga sawit bisa meningkat sesuai harapan kita di US$ 750-800 per ton," ujar Luhut.
Simak berita menarik lainnya tentang perang dagang hanya di Tempo.co .