TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan sistem preferensi umum (generalized system of preference/GSP) yang diberikan oleh Amerika Serikat terhadap produk-produk Indonesia bukan merupakan perjanjian internasional. Sehingga, pemerintah AS sejatinya bebas untuk menentukan kapanpun melakukan evaluasi, termasuk untuk melanjutkan atau mencabut fasilitas itu.
"Kalau dia bilang, 'aku mau evaluasi tiga negara, Indonesia, India, dan Kazakhstan', Kita enggak bisa protes," ujar Darmin di kantornya, jakarta, Jumat mala, 13 Juli 2018. GSP merupakan kebijakan memberikan keringanan bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Darmin mengatakan fasilitas keringanan bea masuk itu diberikan sejak 40 tahun lalu oleh pemerintah AS kepada Indonesia terhadap sejumlah produk tanah air. Seiring dengan kebijakan normalisasi neraca perdagangan di era Presiden AS Donald Trump, fasilitas itu ditinjau kembali.
Baca juga: Darmin: Neraca Pembayaran Defisit, Penyakit dari 30 Tahun Lalu
Bekas Gubernur bank Indonesia itu enggan mengomentari ihwal rencana evaluasi kebijakan dagang AS itu. "Kamu jangan persoalkan wajar atau tidak, saya sudah bilang ini fasilitas mereka. Sekarang dia bilang mau evaluasi, anda enggak bisa bilang ini saat yang tepat enggak."
Yang pasti, kata Darmin, pemerintah tengah mengupayakan agar fasilitas keringanan bea masuk itu tidak dicabut oleh AS. Sejumlah penawaran tengah dirumuskan guna mempertahankan fasilitas itu. Sehingga bea masuk sejumlah komoditas ke AS bisa tetap nol persen.
"Kami telah melakukan pembahasan untuk merumuskan penawaran dari kita apa," ujar Darmin
Sebab, dalam mengevaluasi GSP, kata dia, AS memiliki sejumlah daftar, antara lain mengenai asuransi, gerbang pembayaran nasional, data processing center, intellectual property right, hingga soal pertanian. "Menurut mereka, kok dihambat-hambat di Indonesia, ini itu."
Meski telah memiliki kesimpulan, Darmin tidak mau mengungkap apa saja yang akan ditawarkan dalam diskusi bersama AS. Penawaran itu akan langsung disampaikan ke negara yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump itu.
"Karena, kalau di sana dibilang enggak mau, repot lagi kita. Lebih baik jangan diceritakan-ceritakan dulu," kata Darmin. Penawaran itu akan dikirimkan pada 17 Juli mendatang, dan dibahas pada 23 Juli.