TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku Farmasi Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Vincent Harijanto mengatakan penguatan dolar Amerika Serikat terhadap rupiah membebani industri farmasi. Sebab, saat ini sekitar 95 persen bahan baku obat yang digunakan industri farmasi masih diimpor.
"Jadi sekitar 95 persen bahan baku farmasi kita masih impor, dan 90 persennya itu impor dari India dan Cina," kata Vincent di Hotel Milenium Sirih Jakarta, Rabu, 11 Juli 2018.
Vincent mengatakan beberapa pengusaha farmasi yang memasok obat untuk BPJS Kesehatan tak bisa menaikkan harga begitu saja. "Ini yang menyebabkan kebingungan, dikontrak yang dilakukan farmasi, tidak ada klausul eskalasi harga," ucapnya.
Menurut dia, pemerintah saat ini harus terus mendorong agar industri farmasi bisa menciptakan bahan baku sendiri. Vincent menjelaskan, pihaknya terus berupaya menggaet investor untuk mendorong produksi bahan baku sendiri. Namun ia berharap pemerintah bisa memberikan dukungan nyata.
Di sisi lain, kata dia, para investor juga ingin mendapatkan berbagai kemudahan akses yang mereka harapkan untuk memastikan produk-produk bahan baku yang dihasilkan bisa digunakan industri farmasi nasional.
Ia menjelaskan, saat ini, industri farmasi fokus melakukan efisiensi biaya produksi dan kemasan daripada menaikkan harga. "Meski mereka beli (bahan baku) lebih mahal, karena efisiensi, mereka bisa mempertahankan harga, bahkan justru menekan harga. Setiap industri saya rasa punya strateginya masing-masing," katanya.