TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK dan Wakil Presiden Iran Bidang Wanita dan Urusan Keluarga Masoumeh Ebtekar hari ini melakukan pertemuan. Pertemuan itu di antaranya membahas soal penarikan diri Amerika Serikat dari kesepakatan nuklir.
"Kami melakukan pertemuan untuk menyampaikan pesan Presiden Rouhani untuk Presiden Jokowi, dan untuk menyampaikan posisi kami terkait perkembangan terakhir soal kesepakatan nuklir dunia, khususnya penarikan diri AS," kata Masoumeh di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 11 Juli 2018.
Baca: 16 Tahun Lagi, Indonesia Punya Listrik Nuklir
Pada awal Mei 2018, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, mengumumkan menarik diri dari kesepakatan internasional nuklir Iran yang ditandatangani Amerika Serikat, Iran, dan sekutu-sekutu Amerika Serikat di Eropa. Dengan keputusan itu, maka Amerika Serikat akan memperketat sanksi kepada Iran.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, dengan adanya kesepakatan yang dikenal dengan Rencana Gabungan Aksi Komprehensif (JCPOA) itu mestinya membebaskan Iran dari embargo AS di bidang ekonomi. "Tapi Trump mengundurkan diri dari perjanjian multilateral itu sehingga menyulitkan," kata JK.
Baca: Rusia Tawari Pemerintah Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Meski AS menarik diri, JK mengatakan bahwa pihak Uni Eropa masih konsisten dalam JCPOA. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menerangkan bahwa JCPOA dapat dilanjutkan. Hal itu dipastikan setelah adanya pertemuan tingkat menteri untuk joint commision of the JCPOA di Wina, Austria, pada 6 Juli 2018.
"Kalau kita baca isi dari hasil pertemuan pada tingkat menteri di JCPOA itu, maka memberikan harapan baru, memberikan platform baru bahwa JCPOA ini akan dapat dilanjutkan," ujar Retno.
Indonesia, kata Retno, berharap agar hasil pertemuan di Wina itu dapat diimplementasikan sepenuhnya. Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia terus melakukan komunikasi dengan pihak Uni Eropa.
Iran telah menandatangani kesepakatan nuklir di Wina, Austria, pada 2015 bersama enam negara superkuat, yakni Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina, serta Uni Eropa. Dalam kesepakatan tersebut dinyatakan Iran menghentikan program pengayaan uranium dan tidak melanjutkan pembangunan senjata nuklir.
Tak hanya itu, Masoumeh mengatakan, ia dan JK juga membahas upaya-upaya lain yang harus dilakukan untuk mempertahankan kesepakatan non-proliferasi, yaitu kesepakatan internasional yang didasarkan pada Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk melindungi perdamaian dan keamanan dunia.
"Maka kami membicarakan sejarah yang kita punya antara Iran dan Indonesia. Hubungan inti kita berdua di area perdagangan, kerja sama ekonomi, politik, sosial dan ilmu pegetahuan antardua negara," ujar Masoumeh.
Indonesia dan Iran, kata Masoumeh, juga membahas isu perempuan dan keluarga. Ia menceritakan, dalam pertemuannya dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, pada Mei lalu, ada kesepakatan mengenai pemberdayaan perempuan terkait UMKM. "Pemberdayaan perempuan adalah strategi penting di Iran dan kami melihat penggunaan teknologi informasi menjadi alat penting khususnya untuk e-commerce," kata dia.
Masoumeh menuturkan, saat ini perempuan Iran juga membuat kerajinan tangan seperti yang dimiliki Indonesia. Hasil kerajinan tangan tersebut semakin artistik dan berstandar internasional, sehingga dapat meningkatkan perdagangan antarnegara.
Selain itu, Masoumeh bersama Wakil Menteri Energi Iran Marziyeh Shahdei juga membahas minyak bumi yang memiliki sejarah kerja sama panjang dengan Indonesia. "Dan kami menunggu kerja sama yang lebih optimistis lagi di bidang ini," kata Masoumeh.
Baca berita menarik lainnya tentang nuklir hanya di Tempo.co .