TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara berujar pengendalian impor yang direncanakan pemerintah bisa berdampak negatif ke produktivitas ekonomi Indonesia. Apabila, pengendalian itu dilakukan untuk impor bahan baku Industri.
"Biaya produksi industri bisa naik signifikan apalagi impor dilakukan karena terpaksa tidak ada substitusi bahan baku lokal. Spill over effect nya sampai memicu inflasi karena harga jual produk naik," ujar Bhima kepada Tempo, Sabtu, 7 Juli 2018.
Baca: Sandiaga Uno: Stabilkan Harga, DKI Impor Bawang Putih dari Cina
Selasa lalu, Sri Mulyani mengatakan akan membatasi impor barang, guna menjaga stabilitas rupiah yang semakin melemah. "Secara selektif kami akan meneliti kebutuhan impor," kata dia di Komplek Parlemen, Jakarta.
Sri Mulyani menjelaskan akan menyeleksi konten-konten impor yang dibutuhkan. Dia memprioritaskan barang impor yang digunakan untuk pembangunan dan sangat dibutuhkan.
Kebijakan itu pun, menurut Bhima, bisa berpengaruh negatif ke investasi langsung. Sebab, 74 persen dari total impor adalah bahan baku penolong yang tibutuhkan manufaktur. Bahkan pengendalian impor yang tidak pada tempatnya bisa memukul kepercayaan investor dan memicu berlanjutnya capital outflow.
"Dibanding proteksi impor yang blunder ke industri, saya sarankan pemerintah fokus dulu mengendalikan impor bahan baku proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan BUMN," ujar Bhima.
Baca: Perang Dagang, AS Ancam Cabut Tarif Bea Masuk Produk Indonesia
Ekonom jebolan Universitas Bradford itu berujar ada Indikasi impor membengkak karena infrastruktur. Hal tersebut tercermin dari Impor mesin dan mekanik tumbuh 31,9 persen year on year selama Jan-Mei 2018. Begitu pula impor mesin dan peralatan listrik naik 28,16 persen year on year dan besi baja 39 persen year non year.
"Kalau mau mengurangi impor kewajiban tingkat komponen dalam negeri proyek infrastruktur disarankan menjadi 60-70 persen," ujar Bhima.
Oleh karena itu, komitmen BUMN menjadi penting agar defisit perdagangan mengecil sehingga permintaan valas turun. Ia yakin pengendalian impor BUMN bisa signifikan menguatkan rupiah.
Sementara, Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal pun meuturkan kebijakan pengendalian impor akan sulit diterapkan. Sebab, sebagian besar impor Indonesia adalah untuk barang modal dan bahan baku industri. Lagi pula, solusi itu dinilai tidak akan efektif untuk jangka panjang.
Fithra berpendapat solusi yang tersedia saat ini memang tidak banyak, antara lain adalah menaikkan suku bunga acuan maupun kebijakan kontraktif lainnya oleh Bank Indonesia. "Tetapi harus diperhitungkan kapan dikeluarkan dan berapa dosisnya."