TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian memproyeksikan produksi gas industri di dalam negeri akan naik mencapai 5 persen sepanjang tahun 2018. Sasaran tersebut sejalan dengan kebutuhan gas industri yang diprediksi trennya juga terus meningkat untuk mendukung berbagai aktivitas sektor manufaktur.
“Selama ini, gas industri dimanfaatkan untuk proses produksi di industri petrokimia, pengolahan baja dan logam, makanan dan minuman, hingga industri bola lampu. Selain itu digunakan untuk menunjang kebutuhan medis di rumah sakit,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 6 Juli 2018.
BACA: Ignasius Jonan: Temuan 2 Sumber Gas Baru Patahkan Prediksi Dunia
Industri kimia, salah satu sektor manufaktur yang banyak mempergunakan gas industri tercatat mampu berkontribusi cukup signifikan terhadap Produk Domestik Bruto sebesar Rp 236 triliun pada tahun 2017. “Tidak dipungkiri lagi bahwa kelancaran produksi untuk industri-industri yang menjadi penggerak utama perekonomian, dipengaruhi oleh pasokan gas industri yang berkelanjutan,” ujar Airlangga.
Menurut Airlangga, pasokan gas industri dari para produsen hendaknya dilihat sebagai potensi untuk menopang industri lainnya agar lebih berdaya saing melalui suplai yang stabil dan harga kompetitif. Untuk itu, ia mendukung upaya peningkatan produksi gas industri di dalam negeri, seiring dengan penerapan revolusi industri generasi keempat berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Artinya, gas industri sebagai salah satu bahan baku yang berperan penting digunakan oleh multi sektor industri supaya bisa ekspansif,"ujar Airlangga.
BACA: Ini Kelebihan Produk Baru Bright Gas, Elpiji Nonsubsidi 3 Kg
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan produksi gas industri dalam negeri saat ini tercatat sekitar 2,4 miliar meter kubik per tahun. “Kapasitas tersebut akan terus meningkat seiring upaya ekspansi di industri pengguna gas industri, salah satunya adalah industri petrokimia,” ujar dia.
Apalagi, Kemenperin tengah mendorong masuknya investasi industri petrokimia sebagai bagian dari sektor hulu yang menyediakan bahan baku untuk beragam manufaktur hilir, seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetik dan farmasi. Lantaran sifatnya yang padat modal, padat teknologi, dan lahap energi, Sigit berpendapat pengembangan industri petrokimia perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
Baca berita tentang gas lainnya di Tempo.co.