TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menjamin harga gas di tingkat konsumen akan lebih murah setelah proses akuisisi 51 persen saham PT Pertamina Gas (Pertagas) rampung.
"Tapi kami hari ini belum bisa berjanji seberapa besar ada penurunan harga," kata Direktur Utama PGN Jobi Triananda Hasjim dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 3 Juli 2018.
Baca juga: Holding BUMN Migas Dinilai Akan Permudah Pengendalian Gas
Jobi mengatakan penurunan harga gas merupakan perintah langsung dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tapi, PGN masih mencari celah pada bisnis hulu dan hilir untuk mencari potensi penurunan harga. "Saat ini kami masih mengupayakan harga yang optimal untuk badan usaha dan pemerintah."
Saat ini, harga gas terutama untuk kalangan industri dikeluhkan karena harganya yang masih tinggi. Jika pada 2013 harga gas alam mencapai US$ 1,58 per million british thermal unit (MMBTU), maka pada Maret 2018 sudah mencapai US$ 2,73 per mmbtu.
Simak pula: PGN Cari Pinjaman Rp 11,06 Triliun demi Akuisisi Pertagas
Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Achmad Safiun mengatakan produk nasional sebenarnya memiliki potensi yang kuat untuk merajai pasar Asia Tenggara apabila harganya lebih kompetitif. Namun, kesempatan itu terganjal oleh harga gas yang masih tinggi yang membuat ongkos produksi meningkat.
Sebelumnya, PGN dengan kode emiten PGAS ini secara resmi mengakuisisi Pertamina Gas setelah menandatangani Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) pada Jumat, 29 Juni 2018. "Untuk sementara, skema integrasi adalah akuisisià," ujar Deputi Bidang Jasa Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno saat itu.
Meski begitu, Jobi memastikan dalam jangka pendek, akuisisi Pertagas oleh PGN ini akan mampu mewujudkan penghematan biaya investasi atau capital expenditure dan mempercepat pembukaan pasar baru. Dengan demikian, mata rantai distribusi gas juga bisa lebih efisien sehingga menjamin ketersediaan pasokan gas bagi konsumen.