TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan pemerintah perlu menggarap sektor pariwisata jika ingin memperkuat Rupiah. Menurut Aviliani, sektor pariwisata merupakan sektor yang bisa tetap tumbuh namun tak menambah beban impor.
"Potensi ini masih belum digarap dengan baik, padahal Indonesia sudah membebaskan visa kepada 250 negara," kata Aviliani usai menjadi pembicara dalam dalam diskusi yang bertajuk "Peningkatan Rasio Penerimaan Negara terhadap PDB melalui Kebijakan Cukai", di Gedung Sindo, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 3 Juli 2018.
Baca juga: Suku Bunga Bank Indonesia Naik, Rupiah Akhirnya Menguat
Pernyataan Aviliani tersebut dilontarkan untuk menanggapi pelemahan Rupiah yang terus terjadi hingga hari ini. Menurut dia, pelemahan Rupiah yang terjadi saat ini tidak bisa hanya mengandalkan solusi jangka pendek seperti penguatan suku bunga. Sebab, kondisi ketidakpastian dan dinamika ekonomi global sebagai faktor eksternal masih kuat dirasakan.
Sementara itu berdasarkan data RTI, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika di pasar valas juga tercatat melemah sebesar 68 poin atau setara dengan 0,50 persen ke posisi Rp 14.423 pada pukul 14.00 WIB. Sedangkan berdasarkan kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar Rupiah ke Dolar Amerika berada di angka Rp 14.418.
Simak pula: Pertumbuhan Ekonomi Diharapkan jadi Sentimen Positif Rupiah
Aviliani menuturkan perang dagang antara Amerika dan China juga masih terus berlanjut. Belum lagi kebijakan Presiden Amerika Donald Trump terlihat belum jelas menyebabkan kondisi ekonomi menjadi rentan terjadinya fluktuasi yang signifikan.
Karena itu, ia meminta pemerintah menggarap serius sektor pariwisata supaya bisa mendatangkan devisa. Misalnya, dia mengusulkan harus ada koordinasi antara tempat wisata di dalam negeri. Ia memberi contoh di Korea Selatan telah diatur bagaimana kerja sama di antara biro travel.
"Di Indonesia seperinya dibiarkan jalan sendiri-sendiri sehingga tidak mendatangkan devisa," ujar dia.
Selain itu, Aviliani juga meminra pertumbuhan ekspor juga perlu ditingkatkan. Misalnya hal ini dilakukan dengan meningkatkan perjanjian kerjasama antara pemerintah (government to government). Kemudian, peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia juga perlu dilakukan.
Ia menilai kebijakan BI yang menaikkan suku bunga rupiah acuan 50 basis point menjadi 5,25 persen sudah tepat. Namun harus pula dimbangi masuknya aliran modal asing ke dalam negeri.