TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang Indonesia (Kadin) memiliki pandangan bahwa komposisi impor yang sehat berdampak baik pada kinerja industri dan memacu ekspor untuk jangka panjang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bahan baku/penolong dan barang modal Januari-Mei 2018 mencapai masing-masing US$ 57,96 miliar dan US$ 12,63 miliar, atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang hanya US$ 47,27 miliar dan US$ 9,44 miliar.
Baca juga: Kadin Yakin BI Bakal Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan
"Kalau kami melihatnya jangan dari defisitnya, tetapi dari porsi impornya, yaitu lebih didominasi bahan baku dan barang modal," kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani, Minggu, 1 Juli 2018.
Shinta menjelaskan, dominasi impor bahan baku dan barang modal yang mencapai 75 persen dari total impor tersebut mengartikan bahwa kinerja industri sedang menggeliat, sehingga dapat memacu ekspor dalam jangka panjang.
Hanya saja, untuk kinerja industri semester II/2018, katanya, pemerintah perlu memperhatikan peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang cukup besar. Ditambah, kenaikan harga minyak dunia dapat menekan neraca perdagangan Indonesia lebih dalam.
Baca juga: Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Melampaui Impor Bahan Baku
"Oleh karena itu, kita inginnya pemerintah harus segera meningkatkan kapasitas kilang (minyak), karena seiring pertumbuhan industri, kebutuhan bahan bakar, baik untuk pembangkit maupun transportasi, akan naik juga," tuturnya.
Selain itu, Kadin berharap pemerintah mempercepat penyelesaian beberapa perjanjian perdagangan, seperti Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA CEPA) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yang mana seharusnya selesai tahun ini. "Itu juga agar Indonesia mampu menaikkan daya saingnya di pasar global," ucapnya.