TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Bank Indonesia melonggarkan loan to value (LTV) atau nilai kredit yang diberikan kepada peminjam untuk mendorong pertumbuhan sektor perumahan dan KPR ditanggapi beragam oleh kalangan perbankan. Salah satunya adalah Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk. (Persero) atau BTN, Maryono.
Meski beleid terbaru dari bank sentral itu memperbolehkan skema uang muka atau DP nol persen, Maryono bergeming. Ia menyatakan pihaknya tetap akan menerapkan bunga kredit minimal 1 persen untuk kredit perumahan.
Baca: Bank Indonesia Beri Relaksasi Uang Muka KPR
"Kami sudah punya program KPR subsidi satu persen, seyogyanya kami satu persen saja. Tidak nol nol banget, masa mau kredit nol persen. Kesannya itu tanggungjawabnya kurang mengikat," kata Maryono, Sabtu, 30 Juni 2018.
Menurut Maryono, kebijakan BI itu tidak mewajibkan bank menggunakan skema nol persen melainkan diserahkan kembali kepada bank. Keputusan tiap bank dengan ukuran masing-masing itu diperbolehkan menerapkan DP nol persen, satu persen, lima persen, sepuluh.
Baca: Bankir Yakin Pelonggaran KPR Bisa Dongkrak Permintaan Rumah
Sebelumnya, Bank Indonesia melonggarkan syarat uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) dengan membebaskan perbankan memberikan besaran maksimum nilai kredit LTV pembelian rumah pertama.
Dengan demikian, perbankan tidak terikat aturan pemberian besaran uang muka oleh nasabah. Perbankan bisa mensyaratkan pembayaran uang muka, termasuk kemungkinan uang muka nol persen, tergantung hasil penilaian manajemen risiko bank.
Sebelum revisi peraturan LTV ini, BI mengatur besaran LTV atau kredit pembelian rumah tahap pertama yang luasnya di atas 70 meter persegi, adalah 85 persen dari total harga rumah.
Dalam peraturan sebelumnya, saat mengajukan KPR, debitor atau pembeli rumah harus bisa membayar DP sebesar 15 persen. Setelah pelonggaran LTV ini, BI meniadakan atau menghapus syarat besaran LTV yang diberikan bank kepada nasabah untuk rumah pertama.
Bank yang bisa menikmati keringanan LTV atau menerapkan aturan uang muka KPR ini adalah bank dengan rasio kredit bermasalah dari total kredit kurang dari lima persen secara net (bersih). Selain itu, rasio kredit bermasalah untuk sektor properti dari bank itu juga harus kurang dari lima persen.