TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan bisa dimaklumi. Namun, menurut dia, besaran kenaikannya yang 50 basis points (bps), terlalu berlebihan. "Seperti ada kepanikan, padahal konsensusnya 25 basis poin," ujar Fithra kepada Tempo, Jumat, 29 Juni 2018.
Fithra mengatakan kebijakan BI tersebut dapat dimaklumi mengingat adanya tekanan terhadap rupiah. Bahkan, rupiah sempat menginjak angka Rp 14.400. "Yang ditakutkan bisa mencapai level psikologis di Rp 15 ribu," kata dia. Meski, dia berpendapat kalau pun dibiarkan sampai level Rp 15 ribu sekalipun, itu belum menjadi masalah.
"Tapi masalahnya Rp 15 ribu itu adalah efek psikologis karena dibandingkan dengan tahun 1998. Saat itu kita terdepresiasi sampai Rp 16 ribu kan," ujar Fithra.
Baca: Kurs Dolar AS Terus Menguat Menjelang Rapat Dewan Gubernur BI
Kenaikan suku bunga acuan itu memang tampak efektif menstabilkan rupiah secara jangka pendek. Namun, Fithra khawatir efek itu tidak bertahan lama. Malahan, apabila ada tekanan lagi, misalnya kenaikan suku bunga The Fed, maka elastisitas kebijakan BI akan makin kecil dan efek kebijakannya pun akan semakin terbatas.
"Ibaratnya kalau kita lagi sakit demam, minum obat, panasnya turun, tapi penyakitnya belum selesai," kata Fithra. Penyakit yang menjangkiti Indonesia, menurut dia, lebih ke faktor struktural, seperti industri, efek ekspor tertahan dan lainnya. "Selama faktor itu belum diselesaikan, masih akan ada tekanan di kemudian hari."
Baca: Pertumbuhan Ekonomi Diharapkan jadi Sentimen Positif Rupiah
Senada dengan Fithra, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan kebijakan BI tersebut hanya berdampak sementara saja. "Efek kenaikan bunga acuan BI pun sangat kecil dampaknya dan lebih temporer," kata dia.
Sebab, ia melihat pelemahan rupiah disebabkan oleh besarnya tekanan global setelah adanya beberapa momen, seperti perang dagang AS Cina berlanjut, ekspektasi kenaikan Fed rate empat kali tahun ini dan kenaikan harga minyak karena Trump serukan boikot impor minyak dari Iran.
Selain itu Bhima mengatakan data perekonomian saat ini pun berada di bawah ekspektasi pelaku pasar. Misalnya neraca perdagangan Mei kembali defisit di USD 1,52 miliar, defisit transaksi berjalan melebar dan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2018 dikoreksi turun lantaran sulit menembus 5,4 persen. "Itu yang membuat pelaku pasar melakukan net sales atau aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang."
Bank Indonesia (BI) menetapkan untuk menaikan suku bunga acuan atau BI 7-Days Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 50 basis points (bps) menjadi 5,25 persen. Keputusan itu dikeluarkan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang diselenggarakan di Kantor Bank Indonesia, Gambir, Jakarta Pusat pada Jumat, 29 Juni 2018.