TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan faktor eksternal yakni perang dagang masih menjadi faktor penting yang menjadi penyebab melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada penutupan Kamis, 28 Juni 2018. Apalagi, kata Hans, adanya kekhawatiran bahwa Eropa juga bakal terlibat dalam perang dagang menambah kompleks psikologi dan ketakutan pasar.
"Karena kekhawatiran bahwa Eropa akan terlibat dalam perang dagang, mereka melakukan evaluasi untuk meningkatkan tarif pada beberapa barang dari Amerika, Nah Donald Trump kan mengancam akan membalas langkah itu," kata Hans ketika dihubungi Tempo, Kamis, 28 Juni 2018.
Simak: IHSG Anjlok Terimbas Pelemahan Rupiah
Sebelumnya, perdagangan bursa saham acuan IHSG ditutup melemah sebanyak 120,23 poin atau setara 2,08 persen ke level 5667,32. Penurunan ini tercatat menjadi yang terburuk sepanjang perdagangan pada pekan ini.
Selain itu, penurunan ini juga menjadi yang terendah sejak bulan Januari 2018 tahun ini. Pada 21 Mei 2018 kemarin, IHSG sempat menyentuh titik terendahnya ke angka 5773,85.
Sementara itu, nilai tukar Rupiah di pasar valas juga tercatat melemah 116 poin atau setara dengan 0,81 persen ke level 14.351. Nilai terserbut juga tercatat menjadi yang terendah sejak tahun 2018. Adapun, di pasar spot, berdasarkan kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada Kamis, 28 Juni 2018 nilai Rupiah terhadap Dolar mencapai 14.271.
Simak: IHSG Anjlok, BEI Jelaskan Dampak Ketidakpastian Global
Menurut Hans, kekhawatiran pasar juga dipicu dengan adanya niat Amerika yang ingin membatasi investasi perusahaan-perusahaan Tiongkok, khususnya pada sektor tekonologi. Sebab sejauh ini, banyak perusahaan asal Tiongkok yang melakukan akuisisi perusahaan asal Amerika terutama di bidang teknologi.
"Amerika khawatir kalau akuisisi menyebabkan adanya alih teknologi sehingga bisa merugikan mereka. Hal ini yang menyebabkan kekhawatiran bahwa akan ada kemunduran teknologi dan proses investasi itu sendiri," ujar dia.
Selain itu, aksi-aksi perang dagang tersebut juga berimbas pada sejumlah mata uang negara-negara pengeskpor seperti Kanada, Australia, Jepang dan juga Eropa. Pelemahan tersebut juga menyebabkan nilai tukar Dolar Amerika terhadap negara tersebut menjadi menguat.
Kemudian, Hans melanjutkan, akibat perang dagang ini Pemerintah Cina diprediksi membiarkan terjadinya pelemahan nilai tukar Yuan terhadap Dolar Amerika. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kenaikan tarif yang ditetapkan oleh Amerika.
"Nah kondisi inilah yangh menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika yang juga berimbas pada pergerakan saham selain juga masih rendahnya nilai yield obligasi dan juga besarnya defisit transaksi berjalan yang cukup tinggi," kata Hans mengomentari pelemahan IHSG.