TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pertumbuhan ekonomi yang membaik pada kuartal II 2018 diharapkan menjadi sentimen positif nilai tukar rupiah. Hal tersebut merespon Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II mendekati 5,2 persen.
"Pelemahan nilai tukar mata uang negara berkembang dipengaruhi oleh keluarnya dana asing mempertimbangkan growth rate differential dan interest rate differential," kata Josua saat dihubungi, Rabu, 27 Juni 2018.
Dalam situs resmi Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di angka Rp 14.163 pada penutupan Selasa, 26 Juni 2018. Angkat tersebut menunjukkan pelemahan 58 poin dari nilai sebelumnya, yaitu Rp 14.105 pada penutupan Senin, 25 Juni 2018.
Sedangkan pada 26 Juni 2018, kurs jual US$ 1 terhadap rupiah, yaitu Rp 14.234 dan kurs beli Rp 14.092.
Baca: Tugas Berat Penjaga Rupiah
Pada 25 Juni, Sri Mulyani memperkirakan
pertumbuhan ekonomi mendekati 5,2 persen pada kuartal II 2018. Prediksi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi kuartal I yang sebesar 5,06 persen.
Sri Mulyani mengatakan prediksi pertumbuhan ekonomi akan ditopang oleh empat sektor yang meningkat dari kuartal I. Empat sektor tersebut, yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, dan belanja pemerintah.
Simak: Rupiah Melemah, Indef: Sebagian Besar karena Fundamental Ekonomi
"Kami harap untuk konsumsi di atas 5 persen dibanding kuartal pertama, yang hanya 4,95 persen," kata Sri Mulyani saat memaparkan APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, 25 Juni 2018. "Kami harap pertumbuhan ekonomi mendekati 5,2 persen."
Josua mengatakan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi diharapkan dapat mengelola ekspektasi investor asing terhadap pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,4 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018.
"Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi diharapkan akan meningkatkan confidence pelaku pasar," ujar Josua.
Dengan begitu menurut Josua dapat menahan keluarnya dana asing dari pasar keuangan di tengah pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan normalisasi kebijakan moneter AS.